Tangkal Hoaks dan Paham Radikalisme, Cerdas Bermedia Sosial
Saat ini kebanyakan anak muda dan remaja mencari identitas melalui media internet. Sehingga hal tersebut dapat dimanfaatkan kelompok teroris.
Dengan merekrut anggota baru, mengadakan pelatihan, propaganda, pendidikan dan pembinaan jaringan kelompok-nya, misalnya. Hal tersebut dalam bentuk tulisan, video dan ajakan yang disebarkan melalui website, media sosial dan blog.
Sebab, bagi kelompok teroris media internet efektif dan efisien untuk menyebarluaskan kebencian, memperluas jaringan, ataupun mencari anggota baru untuk mengikuti paham yang diajarkan.
Sebab internet memberikan banyak kemudahan pada era milenials. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2018, di Indonesia, pada 2017 jumlah pengguna Internet mencapai 143,26 juta jiwa.
Tingginya pertumbuhan pengguna Internet, sekira 143,26 juta atau 54,68 persen dari total penduduk Indonesia, diikuti dengan makin ketatnya kontrol pemerintah.
Dari data Nielsen sepanjang tahun 2014 hingga 2017, media internet tumbuh 21 persen dengan kenaikan durasi mengakses 50 persen.
Derasnya arus informasi di era ini berbagai platform digital, utamanya situs dan media sosial terus mengalami pemblokiran dan penyensoran. Hal tersebut dalam rangka melawan arus berita palsu, penyebaran ideologi radikal dan pornografi.
Pemerintah memblokir hampir satu juta situs yang memuat konten negatif sepanjang tahun 2018. Selama tahun 2018, Kemenkominfo telah melakukan pemblokiran terhadap 961.456 situs yang memuat konten negatif.
Dari jumlah itu telah dilakukan normalisasi sebanyak 430 situs, karena adanya klarifikasi dari pemilik situs dan kepatuhan terhadap aturan yang ada.
Sementara dalam empat tahun terakhir, situs yang diblokir semakin banyak jumlah situs diblokir yang mengandung unsur radikalisme. Namun, pada 2014 tidak ada situs memuat radikalisme yang diblokir.
Pada 2015, ada 37 situs berunsur radikalisme yang diblokir. Jumlahnya naik menjadi 48 situs diblokir pada 2016 dan melonjak menjadi 111 situs diblokir pada tahun lalu.
Tidak hanya itu, pemerintah juga memblokir konten yang dianggap negatif di aplikasi Live Chat. Konten yang diblokir sepanjang 2018 sebanyak 2.334 konten dari 11 aplikasi Live Chat.
Kepala Bidang (Kabid) Penyelenggaraan E-Government, Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Dikominfotik) provinsi Bengkulu, Indra Venni mengatakan, site operastor seluler di Bengkulu, sebanyak 805 site.
Jumlah itu tersebar di 10 kabupaten/kota di provinsi berjuluk "Bumi Rafflesia" ini. Di mana ratusan site itu di miliki 5 provider atau penyelenggara jasa internet.
Selain itu, kata Indra, Diskominfotik provinsi Bengkulu telah memasang jaringan internet di organisasi perangkat daerah (OPD), Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
Lalu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Menengah Atas (SMA), objek wisata dan kampung nelayan yang tersebar di seluruh pelosok Bengkulu. Jaringan internet yang terpasang tersebut dapat di akses secara gratis.
"Kami sudah memasang jaringan internet 125 titik untuk OPD, UPTD, SLB, SLB dan 56 titik untuk objek wisata dan kampung nelayan di seluruh provinsi Bengkulu," kata Indra, kepada Okezone, Rabu 25 September 2019.
Dilanjutkan Kepala Bidang Hubungan Media dan TIK, Dikominfotik provinsi Bengkulu, Wilysa Mardani, Diskominfotik mengimbangi akses internet gratis dengan memberikan edukasi disertai sosialisasi dalam penggunaan internet sehat.
Hal tersebut guna menangkal dan membendung hoaks di setiap daerah. Sebab, masyarakat harus mencerna setiap konten yang disebarkan di media sosial dari berbagai platform. Sehingga masyarakat pengguna jasa internet tidak ikut menyebarkan berita palsu atau hoaks.
"Untuk membendung hoaks, konten negatif dan radikalisme. Musti adanya edukasi secara intens kepada masyarakat, sehingga hal tersebut dapat terbendung dan tidak menyebar di media sosial. Masyarakat harus cerdas bermedia sosial," sampai Wilysa, ketika ditemui Okezone, Rabu 25 September 2019.