Menurutnya sayak gajah adalah tradisi peninggalan leluhur Suku Lembak. Namun, dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai jarang dilakukan.
Ahmad menuturkan, pada 1990-an, tradisi ini masih meriah dilakukan warga saat malam lebaran. Warga menyusun tempurung kelapa di depan rumah masing-masing lalu membakarnya, ikut menjadi penerang karena saat itu listrik belum merata di permukiman.
''Pembakaran sayak kelapa pada malam takbiran itu pertanda dimulainya silaturahmi masyarakat suku lembak, dengan cara takbiran keliling dari rumah ke rumah atau door to door, dengan mencicipi sajikan aneka kuliner yang disediakan penghuni rumah,'' ujar Ahyan.
Tapi, semenjak listrik mulai merata di tiap rumah, kata Ahyan, syak gajah mulai mulai ditinggalkan.
''Tradisi bakar sayak saat malam takbiran sudah mulai luntur. Namun, masih ada masyarakat Suku Lembak yang merasa rindu dengan tradisi itu maka dia membuat sendiri di depan rumahnya, ketika malam takbiran,'' jelas Sekretaris Badan Musyawarah Adat (BMA) Kota Bengkulu, ini.
(Salman Mardira)