"Di Rakhine, mayoritas penduduk beretnis Rohingya, sedangkan masyarakat di Yangon lebih multikultural dengan bahasa yang berbeda.
"Akan tetapi banyak orang di Yangon tidak memiliki pengetahuan tentang apa yang terjadi dengan orang-orang beretnis minoritas," tuturnya.
Ketika itu, kehidupan Wai Wai terlihat cukup normal.
"Kami berangkat ke sekolah lalu pulang. Di sekolah, saya ingat kami pernah diharuskan menyambut dan memberi penghormatan kepada beberapa jenderal militer," ujarnya.
"Sistem pendidikan kami sederhana, basisnya propaganda militer," kata Wai Wai.
Namun kemudian, saat dia berusia 18 tahun, ayahnya kembali menjadi sasaran aparat. Seluruh anggota keluarganya dipenjarakan. Mereka berada di balik jeruji besi selama tujuh tahun.
Tapi apa yang membuat Wai Wai dipenjara? Statusnya sebagai anak seorang aktivis politik.
Setelah dibebaskan, Wai Wai melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Sekarang dia bekerja sebagai aktivis hak asasi manusia. Dia menggaungkan persamaan hak bagi perempuan dan orang-orang Rohingya.
"Saat saya tumbuh dewasa, negara bagian Rakhine adalah kawasan miskin tapi kondisinya tidak sedemikian buruk. Banyak orang masih bisa menjalankan bisnis," kata Wai Wai.
"Dulu kondisinya tidak seperti sekarang," ujarnya.