JEPANG - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Jender Jepang Tamayo Marukawa memutuskan bergabung dengan sekelompok anggota parlemen yang menentang perubahan hukum untuk memungkinkan pasangan menikah memiliki nama keluarga terpisah.
Undang-undang tahun 1896 di Jepang mengatakan pasangan menikah harus menggunakan nama keluarga yang sama.
Para pegiat telah lama berargumen jika kebijakan ini diskriminatif karena kebanyakan pasangan akhirnya menggunakan nama belakang suami.
Marukawa mengatakan keputusannya untuk menentang perubahan hukum ini adalah keyakinan pribadi dan tidak akan mempengaruhi tugasnya.
"Peran saya adalah membantu menciptakan lingkungan di mana publik dapat memperdalam diskusi mereka tentang masalah tersebut,” terangnya dalam menanggapi pertanyaan dari anggota parlemen oposisi minggu ini, menurut surat kabar Asahi Shimbun.