Kisah Pilu Serdadu Penjajahan Jepang Perkosa Gadis-Gadis Dijadikan Jugun Ianfu

Doddy Handoko , Jurnalis
Jum'at 05 Maret 2021 06:32 WIB
Ilustrasi Jugun Ianfu. (Foto: Dok BBC)
Share :

Bagaimana perempuan-perempuan itu bisa terjebak menjadi Jugun Ianfu? Tawaran pekerjaan yang dijanjikan oleh Jepang merupakan pola perekrutran yang dominan.

Masalah kelangkaan lapangan pekerjaan sebagai akibat situasi ekonomi yang sulit pada masa Jepang menjadi alasan utama para perempuan mudah dijebak dengan iming-iming mendapatkan pekerjaan untuk meringankan beban hidup keluarga. 

Wartawati Belanda, Hilde Janssen, dan satu orang rekannya berburu mencari para Jugun Ianfu untuk mengungkap sejarah kelam mereka yang tidak mendapat tempat dalam sejarah Indonesia. Bukan hal yang mudah, banyak dari mereka yang tidak mau bercerita karena merasa tabu, malu dan tidak mau mengingat masa lalunya yang kelam.

Namun akhirnya selama dua tahun pemburuan, ia berhasil menemukan dan mewawancarai lima puluh nenek mantan Jugun Ianfu yang dirangkum dalam bukunya berjudul Schaamte en Onshuld: Het Verdrongen Oorlogsverleden van Troostmeisjes in Indonesië (Aib tanpa Dosa: Kisah Wanita Budak Seks Perang di Indonesia). 

Penderitaan Jugun Ianfu juga diceritakan di buku yang berjudul" Momoye, Mereka Memanggilku". Buku ini merupakan kisah nyata dari seorang korban perbudakan seks Jepang selama berkuasa di Indonesia. 

Ia adalah Ibu Mardiyem, salah satu korban kebuasan fasisme Jepang terhadap kaum perempuan yang dipaksa melayani nafsu seksual-nya. 

Momoye adalah panggilan Ibu MY sewaktu ia ditempatkan di sebuah asrama di Telawang, Kalimantan, sebuah rumah bordil yang khusus bagi tentara Jepang.

Ada 21 perempuan yang di tempatkan di asrama yang sama dengan tingkat penderitaan yang sama dalam bentuk yang berbeda dengan sang Momoye ( Ibu MY.

Suatu hari di jaman penjajahan di tahun 1942, Mardiyem ditawari main sandiwara oleh seorang Jepang. Waktu itu umurnya baru 13 tahun, ayah dan ibunya sudah meninggal. Kakak yang saat itu tinggal dengannya pun mengizinkan untuk menerima tawaran itu.

Selama tiga tahun Mardiyem dikurung di kamar nomor 11. Siang-malam dia harus melayani birahi tentara Jepang. Waktunya habis dalam kamar “pemerkosaan” itu. Bahkan, untuk makan yang hanya dijatah satu kali sehari pun sering tak sempat. 

Bukan hanya kekerasan seksual yang dialami Mardiyem selama tiga tahun itu. Pukulan, tamparan, dan tendangan menjadi makanan sehari-hari. Para tamu ataupun pengelola Ian Jo (tempat kumpul Jugun Ianfu) begitu ringan tangan setiap Mardiyem menolak melayani. Setiap hari Mardiyem harus menjadi Momoye dan dipaksa melayani sedikitnya 5 hingga 10 lelaki. 

Kisah masa lalu yang pahit membuat Mbah Mardiyem sempat kehilangan semangat untuk hidup. Penderitaan menyakitkan itu dialami kurang lebih selama 3 tahun. 

Ia sempat berkisah saat-saat di mana dia hamil. Saat itu, bayi yang dikandungnya harus mati sia-sia, karena seorang Jugun Ianfu tidak diperbolehkan hamil. Penyiksaan seperti perlakuan ’sadomasokisme' dilakukan tentara Jepang dengan menyiksanya, memukul, menampar, membuat bayi yang dikandungnya keluar dari rahimnya dan meninggal.

(Qur'anul Hidayat)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya