Perang Siber: Bahayanya Yang Perlu Kita Ketahui & Pahami

Opini, Jurnalis
Kamis 18 Maret 2021 08:36 WIB
Ardi Sutedja K, pendiri Indonesia Cyber Security Forum.(Foto:Ist)
Share :

Di dalam sebuah kolum opini di harian The New York Times pada tahun 1929, seorang kolumnis tetap bernama Will Rogers pernah menulis bahwasanya “kita tidak bisak mengatakan bahwa sebuah peradaban tidak akan mengalami kemajuan, namun di dalam setiap peperangan mereka akan mencoba membinasakan kita dengan berbagai cara-cara yang ter-mutakhir”.

Nah inilah awal penglihatan seorang Will Rogers di dalam mengantisipasi betapa rumitnya dunia mendatang di masanya.

Dan, di tahun 2021 kini terbukti bahwa memang dunia dimana kita berada dan hidup ternyata memang semakin rumit. Pada saat tulisan ini disusun tidak ada satupun pengaturan secara hukum atau konvensi internasional yang mengatur tentang apa itu “Cyber War” atau Peperangan Siber.

Baca Juga: Komitmen Indonesia Maju Mengawal Demokrasi Ekonomi

Namun di sisi lain, pernah terungkap di dalam laporan “McAfee Virtual Criminology Report” tahun 2008 bahwa terdapat 120 negara yang memanfaatkan tehnologi internet dan ruang siber (dunia maya) untuk kepentingan politik, militer dan berbagai kegiatan mata-mata elektronik (electronic espionage) yang bertujuan untuk mendapatkan berbagai informasi/data terkait dengan perekonomian, hak-hak milik intelektual dan berbagai data serta informasi kritis lainnya.

Bahkan kementerian pertahanan Amerika Serikat pun pada awalnya juga mengalami kesulitan untuk memberikan arti dari apa itu Perang Siber.

Baca Juga: Strategi Menjadi Pemenang di Era Pandemi dan Kebutuhan Edukasi Bisnis yang Tepat

Namun Tsun Tzu di dalam buku pintarnya tentang Ilmu Siasat yang dikenal dengan buku merah berjudul “The Art of War” sudah mengupas tentang peperangan masa depan ini.

Di dalam dunia tehnologi, informasi dan komunikasi (TIK) yang kini sudah ber-konvergensi satu sama lain tanpa adanya batas negara, semua komunikasi, baik itu suara maupun data, akan bersandar pada tehnologi komunikasi yang berbasiskan nirkabel, belum lagi berbagai kontennya yang berformat digital sehingga akan semakin mudah di akses melalui perangkat-perangkat telpon genggam cerdas dan lainnya.

Dan kedepan tehnologi digital juga akan semakin pesat berkembang di berbagai sektor tanpa terkecuali, Namun banyak juga yang tidak menyadari bahwa memasuki era yang serba digital atau era baru ini juga menimbulkan ‘keruwetan’ atau kompleksitas baru di dalam penataannya. Salah satu kompleksitas penataan yang timbul adalah munculnya berbagai resiko serta perang siber yang sebenarnya sudah berlangsung namun kita tidak ada yang menyadarinya.

Beberapa peristiwa perang siber sebenarnya sudah pernah terjadi jauh sebelum banyaknya pihak- pihak meributkannya, bahkan beberapa diantaranya sudah mampir ke Indonesia sebelum tahun 2013.

Mari kita coba lihat beberapa contoh perang siber yang sudah terjadi. Kita mulai pada saat kita mengalami kerusuhan masal yang terjadi serentak di beberapa kota pada bulan Mei 1998, dan dipersepsikan sebagai sebuah gerakan yang anti etnis Tionghoa, yang telah memicu terjadinya berbagai aksi peretasan terhadap jaringan dan situs-situs (dahulu dikenal dengan istilah portal) milik beberapa kementerian dan BUMN. Aksi-aksi tersebut dilakukan oleh kelompok peretas terorganisir yang diperkirakan berasal dari daratan China sebagai bentuk protes atas peristiwa yang terjadi pada Mei 1998.

Setahun kemudian pada bulan Mei 1999, terjadi kecelakaan dimana sebuah pesawat tempur NATO membom secara tidak sengaja Kedubes Cina di Beograd, Yugoslavia, dan berselang beberapa jam kemudian berbagai situs pemerintah Amerika diretas sebagai aksi balasan. Kemudian pada tahun 2001 terjadi tabrakan antara pesawat tempur Cina dengan Amerika di Laut Cina Selatan yang selanjutnya membuat 80 ribu peretas dari Cina melakukan berbagai aksi peretasan terhadap berbagai kepentingan AS diseluruh dunia sebagai aksi balasan “membela diri”. Dan peristiwa ini menjadi awal munculnya istilah “Cyber War” atau Perang Siber yang oleh harian The New York Times disebut sebagai, “World Wide Web War 1”.

Perang siber diatas hanyalah sebagian kecil dari berbagai bentuk perang siber yang sudah dan sedang berlangsung tanpa kita sadari. Bahkan perlu juga dicatat sebagai gambaran bahwa Indonesia sendiri sudah mengalami berbagai bentuk perang siber ketika diungkap oleh mantan analis Dinas Intelijen & Keamanan Nasional Amerika (NSA) Edward Snowden pada tahun 2013.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya