"Itu bukan protes," kata Shah Rezwan Hayat, kepala Komisi Bantuan dan Pemulangan Pengungsi (RRRC), yang mengelola kamp pengungsi Bangladesh.
Namun para pengungsi mengatakan keputusasaan semakin meningkat dan beberapa dari mereka mempertaruhkan hidup untuk keluar dari Bhasan Char.
"Banyak orang yang mencoba pergi dari pulau itu. Setahu saya, sedikitnya 30 orang sudah meninggalkan pulau itu," kata salah seorang warga, Salam.
"Saya mendengar tentang sebuah insiden, bahwa sekitar lima orang ditangkap ketika mencoba melarikan diri dari pulau itu. Mereka dibawa ke kamp polisi dan dipukuli oleh polisi," ucapnya.
Itu bukan satu-satunya tuduhan kekerasan oleh pihak berwenang terhadap pengungsi. Human Rights Watch mengatakan anak-anak dihukum karena pindah dari daerah yang ditentukan.
"Pada 12 April, seorang pelaut Bangladesh diduga memukuli empat anak dengan pipa PVC karena meninggalkan tempat tinggal mereka untuk bermain dengan anak-anak pengungsi di daerah lain," kata laporan bulan lalu.
Enayet mengatakan dia telah mendengar tentang dua insiden ini dari orang lain di kamp.
"Saya telah mendengar anak-anak dipukuli karena pergi ke klaster yang berbeda. Dan beberapa orang, yang ditahan ketika mencoba melarikan diri, disiksa."
Salam menyebut frustrasi di antara para pengungsi berubah menjadi kemarahan.
"Ada perkelahian setiap hari di kamp antarpengungsi. Jika Anda memelihara beberapa ayam di kandang dan tidak memberi mereka makan, lalu apa yang terjadi? Mereka mulai berkelahi satu sama lain."
Angkatan Laut Bangladesh, yang bertugas membangun kamp, membantah tuduhan soal penyiksaan dan pelecehan seksual.
PBB menyebut pihaknya tidak dapat secara independen memverifikasi tuduhan yang sedang diselidiki itu.
Namun, mereka ingin pengelolaan kamp itu dialihkan dari militer kepada kelompok sipil dan agar dikelola dengan "cara yang inklusif dan konsultatif".
Pemerintah Bangladesh berjanji skema untuk memberikan pendapatan akan segera dilaksanakan untuk membantu 18.400 pengungsi yang kini tinggal di Bhasan Char.
Jumlah itu akan bertambah banyak seiring rencana pemindahan pengungsi baru ke kamp itu.
Bangladesh kini sedang mempertimbangkan pengajuan lebih dari 40 kelompok sipil lokal untuk mengelola pengungsian tersebut.
'Penjara besar'
Kembali ke tempat tinggalnya, Halima lelah menunggu hal-hal menjadi lebih baik. Dia sudah menyerah untuk kembali ke Myanmar, tempat Rohingya menghadapi diskriminasi selama beberapa dekade.
Tapi dia juga tidak ingin hidup di Bhasan Char.
"Saya tidak pernah tinggal di tempat seperti ini, dikelilingi oleh laut. Kami terjebak di sini. Kami tidak bisa pergi ke mana-mana."
Dilara, perempuan muda pengungsi yang berusaha mencapai Malaysia, berkata takut dan sendirian.
Namun satu hal yang tidak ingin dia lakukan adalah tinggal bersama orang tuanya di Bhasan Char. Ayah dan ibunya kini masih berada di kamp pengungsi di Cox's Bazar.
Dilara tidak ingin mereka menderita seperti dia.
(Qur'anul Hidayat)