NAYPYIDAW - Menteri luar negeri junta Myanmar, Wunna Maung Lwin, membela langkah yang akan diambil junta untuk memulihkan demokrasi di negara itu, demikian dilaporkan media pemerintah, Selasa (8/6/2021).
Sikap tersebut ditegaskan setelah pertemuan, yang di dalamnya negara-negara lain anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menekan junta untuk menerapkan perjanjian regional yang dimaksudkan untuk mengakhiri krisis.
BACA JUGA: Indonesia Desak ASEAN Segera Tunjuk Utusan untuk Mediasi di Myanmar
Junta tidak terlalu mengindahkan tuntutan dari ASEAN untuk menghormati "konsensus" yang disepakati pada akhir April 2021 untuk mengakhiri kekerasan dan junta mengadakan pembicaraan politik dengan lawan-lawannya.
Para menteri luar negeri ASEAN menyatakan kekecewaannya pada pertemuan di China pada Senin (7/6/2021) atas kemajuan "sangat lambat" yang dibuat oleh Myanmar pada proposalnya untuk mengakhiri kekacauan sejak tentara menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.
Media pemerintah mengutip Wunna Maung Lwin, menteri luar negeri yang ditunjuk junta, yang mengatakan pada pertemuan para menteri luar negeri ASEAN-China bahwa militer telah membuat kemajuan pada peta jalan lima langkah yang dibuat oleh junta untuk Myanmar. Peta itu diungkapkan oleh militer setelah melakukan kudeta.
BACA JUGA: ASEAN Ingin Batalkan Seruan PBB Embargo Senjata Myanmar
"Menteri (Wunna Maung Lwin) memberi tahu pertemuan (ASEAN-China) itu bahwa satu-satunya cara untuk memastikan sistem demokrasi yang disiplin dan murni adalah melalui lima poin program masa depan yang dideklarasikan pada Februari," kata surat kabar Global New Light of Myanmar.
Maung Lwin mengatakan bahwa sebagian besar dari poin-poin itu telah dipenuhi, termasuk langkah-langkah pencegahan COVID-19 dan pembentukan komisi pemilihan baru untuk dugaan penipuan selama pemilihan umum pada November 2020 --yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi, menurut surat kabar itu.