Saat anak-anak Lilian tumbuh besar, mereka bertanya, “‘Mommy, kenapa kok saya setiap pergi ke restoran, saya kok enggak bisa makan seperti anak-anak lain,” cerita ibu yang memiliki dua anak ini.
Curhatan sang anak mendorong Lilian yang memang hobi memasak lalu memutar otaknya untuk melakukan sesuatu yang sudah menjadi impiannya sejak lama, yaitu terjun ke dunia kuliner dengan sebuah misi penting.
“Dalam diri saya sendiri jadi kayak ada tujuan gitu, bagaimana saya bisa provide ke anak-anak atau keluarga lain yang seperti kita ini something yang spesial, supaya mereka dapat berasa inclusive ya sama seperti orang-orang lain,” jelasnya.
Setelah 20 tahun menyelami dunia retail, Lilian banting setir dan mulai menggodok ide bisnis bersama Kevin, suaminya. Tekadnya sudah bulat. Ia ingin mewujudkan impian yang selama ini tersimpan dalam benaknya.
“Saya ini juga kanker survivor selama 20 tahun, sejak saya di-diagnose cancer itu dan sembuh, saya selalu berpikir saya dikasih kesempatan untuk hidup yang ke-2 kali ini, pasti ada maknanya, saya ini mau apa sekarang?,” kata perempuan kelahiran Swiss tahun 1976 ini.
Lilian pun membendung keraguannya dan melangkah keluar dari zona nyamannya. Selama 12 minggu ia pun mengikuti program pengembangan diri yang fokus kepada kepemimpinan dan bisnis.
Tidak hanya itu, Lilian pun ditantang untuk meracik ulang resep poffertjes yang otentik, menjadi camilan yang bebas dari 7 jenis alergen terbesar, antara lain susu, telur, ikan, kerang-kerangan, berbagai jenis kacang, dan wijen. Saat ini Poffy masih menggunakan susu kedelai dan gandum.
“Dan dari situ kita coba bermain dengan different ingredient, akhirnya bisa. Dan selama setahun belakangan ini, setelah covid saya bermain terus, coba dan akhirnya terciptalah Poffy ini,” cerita lulusan S1 jurusan Biokimia dari Imperial College London of Science, Technology and Medicine di London ini.
Berbagai cara ia coba untuk mendapatkan resep dengan ukuran yang tepat tanpa mengurasi kenikmatan rasa. Tanpa menyebut bahwa camilan racikannya ini tidak mengandung 7 jenis alegern, Lilian lalu mengajak teman-teman dan tetangganya untuk mencoba kreasinya ini.
“Karena semuanya kan pikir, ‘oh allergen conscious pasti enggak enaklah, kayak kardus, keras,’ atau gimana kan,” kata sulung dari dua bersaudara ini.
Tidak ada yang menyangka bahwa kreasi Lilian ini tidak menggunakan bahan dasar seperti telur dan susu. Ia pun menerima tanggapan yang positif yang terus membuatnya semakin yakin untuk membuka usaha.
“Begitu mereka udah kelar (coba), ‘oh my God, this is so good,’” ujar Lilian.
Diantara rasa favorit seperti red velvet dan kayu manis, jangan heran kalau melihat ada rasa Indonesia di dalam menunya. Terinspirasi dari camilan kegemaran, Lilian dan Kevin lalu menciptakan Poffy dengan rasa mirip klepon.
“Jadi aku coba pakai pandan, pakai gula jawa, beneran dan berhasil gitu. Cuman kita enggak bisa pakai (kelapa) gitu luarnya, itu kan (jenis kacang-kacangan) juga,” jelas Lilian.
“Ya itulah terinspirasi dari yang kita suka di (Indonesia), dan karena kita juga cinta Indonesia ya,” tambahnya.