Tantangan lain sebagai pebisnis menurut Lilian adalah menghadapi kritik yang masuk, baik mengenai rasa atau pun nama dari camilan itu sendiri.
“Banyak juga orang yang bilang jangan bilang dong itu poffertjes. Kita enggak pernah bilang itu poffertjes, kita bilang itu inspired dari poffertjes,” jelasnya.
Lilian juga banyak mendapatkan pertanyaan mengenai pandan. Pasalnya, tidak banyak pelanggan Amerika yang mengenal rasa itu dan kadang memadukannya dengan taburan atau isian yang kurang cocok.
“Although kita kasih suggestion, ‘okay, pandan enaknya sama gula jawa,’ tapi kita kan ada freedom mereka boleh fill apa aja kan, (jadi misalnya mereka isi dengan) selai aprikotnya kita, it might not be as good,” katanya.
Terkadang kritik yang masuk membuatnya mempertanyakan kembali jalan yang tengah ambil. Namun, terlepas dari kritik yang masuk, kuncinya bagi Lilian adalah tetap memperbanyak introspeksi diri dan fokus kepada misi Poffy yang ingin menciptakan kebahagian yang simpel dan nikmat, serta kebersamaan.
Cita-cita Lilian membangun bisnis makanan tercapai sudah. Tak lupa ia berterima kasih kepada kedua orang tuanya yang selalu percaya kepadanya dan menekankan pentingnya sebuah misi dalam hidup.
“Apa yang kamu bisa buat untuk orang lain?” kata Lilian.
“Kalau mereka ke (Amerika), mereka tahu bahwa ini datang dari hati saya. Saya rasa mereka bisa benar-benar bangga ya, semoga. Bangga bukan karena materi, tapi terhadap saya yang melayani sesama,” tambahnya.
Bagi yang ingin mengikuti jejak karirnya, Lilian berpesan untuk “take risks, work with your heart,” atau “ambil risiko, bekerja sesuai kata hati.”
“Kalau kita kalkulasi terlalu banyak, kita enggak bakalan maju ke depan,” ujarnya.
“Jika kita menginginkannya, kita hidup hanya sekali. Lakukanlah,” tambahnya.
Seperti katanya, selama kita melakukannya dengan hati, semuanya akan baik-baik saja.
(Susi Susanti)