Sederhananya, ini adalah gagasan bahwa seseorang harus menunjukkan kesabaran dan ketekunan ketika menghadapi situasi yang tidak terduga atau sulit. Dan oleh karenanya, dia menjaga ikatan sosial yang harmonis.
Konsep ini menyiratkan tingkat pengendalian diri. Anda mengerem perasaan untuk menghindari konfrontasi. Ini adalah tugas yang diharapkan dan dilihat sebagai tanda kedewasaan.
David Slater, profesor ilmu antropologi dan direktur Institut Budaya Perbandingan di Universitas Sophia Tokyo, menggambarkan 'gaman' sebagai seperangkat strategi untuk menghadapi peristiwa yang berada di luar kendali manusia.
"Individu mengembangkan kemampuan dalam diri mereka untuk bertahan dan menerima hal-hal yang tidak terduga, buruk atau sulit untuk dilalui," katanya.
Pada dasarnya, menurut Noriko Odagiri, seorang profesor psikologi klinis di Tokyo International University, orang Jepang menghargai sikap tidak banyak bicara dan menekan perasaan negatif terhadap orang lain.
Upaya menanamkan tingkah laku ini dimulai sejak dini. Anak-anak di Jepang mempelajarinya dengan mencontoh orang tua mereka.
Kesabaran dan ketekunan juga merupakan bagian dari pendidikan, mulai dari sekolah dasar. "Khusus perempuan, kami dididik untuk melakukan 'gaman' sebanyak-banyaknya," kata Odagiri.
'Gaman' dapat bermanifestasi dalam jangka panjang, seperti bertahan dalam pekerjaan yang tidak menyenangkan, menoleransi rekan kerja yang menyebalkan.
Dalam jangka pendek, sikap yang bisa diambil dari ajaran ini adalah mengabaikan penumpang kereta yang berisik atau orang yang tak menghargai antrean.
Yoshie Takabayashi (33 tahun) adalah seorang pengrajin perak di Tokyo sebelum dia menikah, pindah ke Kanazawa dan memiliki anak.
Saat ditanya tentang kapan dia mengaplikasikan 'gaman', Takabayashi merujuk kehidupannya usai melahirkan dan fakta bahwa dia tidak bisa lagi melakukan beberapa hal yang dulu dia nikmati.
Takabayashi juga menyebut orang yang kerap merundungnya di tempat kerja, yang harus dia puji agar mendapatkan pelatihan penting, menghindari masalah, dan mempertahankan pekerjaannya.
"Ketika saya mengingat kembali waktu itu, bos saya bahkan tidak melakukan apa pun untuk membantu,” terangnya.
"Saya seharusnya berhenti. Tetapi orang tua saya, dan semua orang di sekitar saya yang juga baru mulai bekerja, terus mendorong saya untuk menjadi sukses,” lanjutnya.
"Saya tidak menyadari seberapa banyak upaya 'gaman' yang saya lakukan," katanya.