WELLINGTON - Polisi Selandia Baru pada Jumat (3/9/2021) menembak dan membunuh seorang pria yang menikam dan melukai setidaknya enam orang di sebuah supermarket. Perdana Menteri Jacinda Ardern menyebut pelaku sebagai seorang “ekstremis kejam” yang telah diketahui oleh polisi.
Ardern mengatakan bahwa pelaku adalah seorang warga negara Sri Lanka yang telah berada di Selandia Baru selama 10 tahun. Dia diduga berinspirasi oleh kelompok teroris Negara Islam (IS) dan sedang dipantau terus menerus.
BACA JUGA: Selandia Baru Terima Kembali Warganya yang Tersangka Anggota ISIS
"Seorang ekstremis yang kejam melakukan serangan teroris terhadap warga Selandia Baru yang tidak bersalah," kata Ardern dalam sebuah pengarahan sebagaimana dilansir Reuters.
"Dia jelas adalah pendukung ideologi ISIS," katanya, mengacu pada Negara Islam.
Pelaku, yang tidak disebutkan namanya, telah menjadi “orang yang diawasi” selama sekira lima tahun terakhir. Ardern mengatakan bahwa pria itu tewas dalam waktu 60 detik setelah memulai serangannya di Auckland.
Polisi yang mengikuti pria itu mengira dia pergi ke supermarket New Lynn untuk berbelanja, tetapi dia mengeluarkan apa yang digambarkan seorang saksi sebagai pisau besar dan mulai menikam orang.
"Kami benar-benar melakukan segala yang mungkin untuk memantaunya dan memang fakta bahwa kami dapat melakukan intervensi begitu cepat, dalam waktu sekira 60 detik, menunjukkan seberapa dekat kami mengawasinya," kata Komisaris Polisi Andrew Coster dalam pengarahan.
BACA JUGA: Laporan Penyelidikan Penembakan Masjid Christchurch Dirilis, PM Selandia Baru Minta Maaf
Coster mengatakan penyerang bertindak sendiri dan polisi yakin tidak ada ancaman lebih lanjut kepada publik.
Selandia Baru telah waspada terhadap serangan sejak seorang pria bersenjata supremasi kulit putih menewaskan 51 orang di dua masjid di Kota Christchurch pada 15 Maret 2019.
Ardern, yang ditanya apakah serangan Jumat itu bisa menjadi balas dendam atas penembakan masjid 2019, mengatakan tidak jelas. Pria itu sendiri yang bertanggung jawab atas kekerasan, bukan agama, katanya.
"Itu penuh kebencian, itu salah. Itu dilakukan oleh individu, bukan keyakinan," kata Ardern. "Dia sendiri yang bertanggung jawab atas tindakan ini."