Penguatan Posisi Tawar Menuntut Profesionalisme Birokrasi Negara

Opini, Jurnalis
Senin 20 Desember 2021 08:08 WIB
Bambang Soesatyo (Foto: Istimewa)
Share :

PERCEPATAN perubahan zaman yang mengemuka sepanjang tahun 2021 ini tak hanya menghadirkan prospek, tetapi semakin memperjelas proses penguatan daya tawar Indonesia dalam percaturan ekonomi global. Kandungan sumber daya alam (SDA) di perut bumi nusantara sangat signifikan nilainya bagi upaya komunitas global menghadirkan energi bersih, pengganti energi fosil yang polutif. Menguatnya daya tawar Indonesia itu menuntut profesionalisme birokrasi pusat dan daerah untuk memperlancar arus investasi asing ke dalam negeri.

Beginilah deskripsi tentang prospek dan penguatan daya tawar Indonesia di masa depan yang terlihat sepanjang 2021 ini. Pada forum Konfenrensi tingkat tinggi (KTT) G20 di Roma, Italia, November 2021, Presiden Joko Widodo menolak menandatangani dokumen perjanjian rantai pasok (supply chain agreement) sumber daya alam (SDA). Nilai strategis kandungan SDA di perut bumi nusantara mendorong sejumlah anggota G20 ‘merayu’ dan ‘memaksa’ Indonesia menyepakati rancangan perjanjian rantai pasok itu.

Patutlah bersyukur  dan memberi apresiasi setinggi-tingginya atas sikap dan pendirian tegas Presiden Jokowi menolak rancangan perjanjian itu.  Kalau dokumen perjanjian rantai pasok itu ditandatangani, sama artinya Indonesia menyatakan bersedia melepaskan sebagian hak mutlak-nya dalam mengelola dan memanfaatkan SDA di perut bumi nusantara, dan selanjutnya perjanjian itulah yang akan mendikte Indonesia.

Dalam praktiknya, rantai pasok mencakup ragam aktivitas bisnis. Mulai dari pengelolaan dan pemindahan bahan mentah, proses pengolahan menjadi produk jadi bernilai tambah, hingga pendistribusian produk jadi ke pengguna atau konsumen. Dalam konteks pemanfaatan SDA, ragam aktivitas bisnis dalam rantai pasok setidaknya meliputi  penggalian materi SDA, ditampung dan diolah produsen, ada vendor, pemasaran, jasa pergudangan dan transportasi, jaringan distribusi hingga ke pengecer, aspek pembiayaan atau keuangan, layanan pelanggan hingga pengembangan produk.

Kalau ragam materi SDA mutlak milik Indonesia, semua aktivitas bisnis dalam rantai pasok itu berada dalam kontrol dan kendali negara. Pemerintah bisa melibatkan semua kekuatan bisnis dalam negeri untuk mengelola dan memanfaatkan SDA. Sebaliknya, ceritanya menjadi berbeda kalau ada kesepakatan rantai pasok dengan pihak asing. Sebab, dengan kesepakatan seperti itu, Indonesia wajib memberi ruang bagi hadirnya kekuatan asing dalam pemanfaatan SDA. 

Jika pihak asing menginginkan adanya kesepakatan rantai pasok dengan Indonesia, alasannya sangat jelas dan nyata. Saat komunitas global bersepakat mengakhiri pemanfaatan energi fosil yang polutif dan mulai berancang-ancang untuk transisi ke pemanfaatan energi bersih atau energi hijau, Indonesia dengan kekayaan dan keragaman SDA-nya  menjadi salah satu andalan dunia. 

Kekayaan dan keragaman SDA nusantara itu disebut Presiden Jokowi sebagai harta karun Indonesia yang penggarapannya belum maksimal.   Dengan 4.400 sungai di berbagai daerah memungkinkan Indonesia membangun pembangkit listrik tenaga air (hydropower). Demikian pula dengan energi panas bumi (geothermal) yang potensinya mencapai 29.000 MW (MegaWatt) namun baru bisa direalisasikan sekitar dua ribu MW.

Materi SDA lain yang menjadi perhatian modal asing adalah nikel dan bijih bauksit. Dua komoditas strategis ini tersedia dalam jumlah memadai sehingga membuat posisi tawar Indonesia menguat. Bijih nikel bisa menghadirkan sejumlah produk turunan yang nilai tambahnya berkali-kali lipat. Bijih nikel kadar rendah dimanfaatkan untuk membuat baterai penggerak kendaraan listrik. Cadangan nikel di perut bumi Indonesia mencapai 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini mencakup 52 persen dari total cadangan nikel dunia yang volumenya mencapai 139,42 juta ton Ni.

Bijih bauksit diolah menjadi alumina untuk membuat logam aluminium yang pemanfaatannya sangat beragam, seperti komponen atau bahan baku bangunan dan konstruksi, ragam komponen mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan dan barang tahan lama lainnya. Kementerian ESDM mencatat, jumlah sumber daya bijih terukur bauksit di Indonesia mencapai 1,7 miliar ton, dan logam bauksit 640 juta ton. Cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton, dan logam bauksit 299 juta ton.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya