Antrean penuh persahabatan dengan tawaran teh panas dari termos, dan kopi dengan susu pisang, karena susu segar sekarang sangat sulit didapat.
Seorang pria kekar berusia 28 tahun bernama Pavlo mengatakan dia tidak bisa mendapatkan senjata - karena persediaannya terbatas. Namun dia akan "membunuh para penyerbu dengan tangan kosong". Delapan hari yang lalu, dia adalah seorang manajer di sebuah toko.
"Ini kota saya. Saya tahu setiap jalan, batu, bangunan, dan pohon. Saya akan mempertahankan kota ini. Keluarga saya ada di sini. Saya tahu di mana mereka bersembunyi. Satu-satunya pilihan adalah menang,” terangnya.
Bagi orang lain di kota itu, masih ada rasa keterkejutan yang mendalam bahwa Moskow telah menyerbu ke tanah Ukraina dan berusaha merebut ibu kota.
"Anda tidak mengharapkan ini dari tetangga," kata Lilya Romanova, direktur penjualan berusia 39 tahun dan ibu dari dua anak perempuan.
"Kami tidak pernah berpikir kami harus menjelaskan kepada anak-anak kami apa itu perang dan bahwa Rusia adalah agresor. Kami dulu mengajar anak-anak kami berbicara bahasa Rusia, tetapi sekarang tidak lagi. Sekarang hanya ada bahasa Ukraina. Bahkan nenek saya sedang mempelajarinya sekarang, pada usia 90 tahun,” ujarnya.
‘Soundtrack’ kota sekarang menjadi campuran keheningan dan sirene yang nyata, diselingi oleh bunyi ledakan, terutama di malam hari. Pos pemeriksaan mulai melebihi jumlah kedai kopi hipster. "Ini seperti 'Call of Duty - Ukraina'," kata seorang penerjemah muda. Kiev terasa seperti medan pertempuran dalam penantian.
(Susi Susanti)