PADA awal 1991, Uni Soviet merupakan negara dengan wilayah kekuasaan terbesar di dunia. Namun, kejayaan Uni Soviet ini tidak berlangsung lama. Uni Soviet mengalami keruntuhan pada Desember 1991. Runtuhnya Uni Soviet berawal dari kemerosotan ekonomi yang berlangsung pada 1985.
Uni Soviet ketika itu dipimpin oleh Presiden Mikhail Gorbachev. Pada masa itu, perekonomian serta politik Uni Soviet di ambang keruntuhan. Peninggalan masalah negara terkait ekonomi dan politik ini menyulitkan Mikhail Gorbachev untuk membangkitkan kondisi Uni Soviet. Sebagai presiden, Mikhail Gorbachev menerapkan sistem Perestroika (restrukturisasi politik dan ekonomi) untuk memperbaiki krisis Uni Soviet.
Kebijakan Perestroika ini berusaha mengubah sistem komunisme menjadi sistem demokratis. Kebijakan Perestroikan mempunyai tiga prinsip yaitu Democratizatsiya (demokratisasi), Glasnost (keterbukaan), dan Rule of Law (negara berdasarkan hukum).
Namun pada perkembangannya, kebijakan Perestroika dianggap mempercepat runtuhnya Uni Soviet.
Kebijakan Perestroika mendapat pertentangan lantaran dinilai bertentangan dengan ideologi komunisme. Salah satu penentangnya adalah kelompok konservatif yang dipimpin Gennadi Yanayev.
Kelompok ini menentang reformasi serta ingin mempertahankan komunisme. Namun konflik tersebut digagalkan oleh Boris Yeltsin. Boris Yeltsin merupakan pemimpin kelompok radikal yang mendukung reformasi serta ingin meninggalkan komunisme. Mikhail Gorbachev selamat dari konfik tersebut. Nama Boris Yeltsin pun menjadi terkenal di Uni Soviet. Akan tetapi kondisi politik Uni Soviet semakin tidak stabil.
Akibat dari kebijakan Perestroika lainnya adalah timbulnya keinginan negara-negara bagian untuk melepaskan diri dari Uni Soviet. Mereka ingin menjadi negara yang merdeka. Pada 1990, komunis mulai runtuh di negara-negara bagian Uni Soviet. Sistem komunis telah hancur lantaran tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Negara-negara bagian Uni Soviet pun melepaskan diri pada 1991.