AS dan Uni Eropa diketahui telah mempelopori kampanye internasional untuk mendukung Ukraina selama konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia, yang mencakup pengiriman senjata dan bantuan lainnya kepada pemerintah Kiev dan penerapan sanksi ekonomi yang kejam terhadap Moskow.
Adapun Qatar dan Arab Saudi dianggap sebagai sekutu strategis Barat, dengan AS baru-baru ini memberikan status "sekutu utama non-NATO". Kedua negara Teluk yang kaya sejauh ini mempertahankan sikap netral terhadap situasi di Ukraina karena hubungan mereka dengan Rusia.
Washington dan Brussels berharap Doha dan Riyadh akan meningkatkan produksi minyak dan gas mereka untuk mengurangi ketergantungan Barat pada energi Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN awal pekan ini, Menteri Energi Qatar Saad Sherida al-Kaabi mengatakan mengganti gas Rusia “tidak mungkin secara praktis.” Dia menyatakan bahwa Doha tidak akan menjatuhkan sanksi pada sektor minyak dan gas Rusia karena “energi harus tetap berada di luar politik.”
Moskow mengirim pasukannya ke Ukraina sebulan yang lalu, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev untuk menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan akhirnya pengakuan Rusia atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk. Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS. Kiev bersikeras bahwa serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan telah membantah klaim bahwa pihaknya telah merencanakan untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(Susi Susanti)