RUSIA - Lebih dari lima minggu setelah perang Rusia di Ukraina, Moskow mengancam akan memutuskan pasokan gas alam dari negara-negara Barat - sesuatu yang dapat mempengaruhi harga energi di seluruh Eropa.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah menindaklanjuti ancaman selama berminggu-minggu dengan menandatangani dekrit bahwa negara-negara asing harus mulai membayar gas dalam rubel Rusia atau akan menghentikan pasokan.
"Tidak ada yang menjual apa pun kepada kami secara gratis, dan kami juga tidak akan melakukan amal - yaitu, kontrak yang ada akan dihentikan," terang Putin.
Aturan baru itu dimulai pada Jumat (1/4) waktu setempat, yang berarti negara-negara Barat secara efektif diberikan tenggat waktu tengah malam untuk mematuhi.
Baca juga: NATO: Rusia Tidak Tarik Pasukan, Berkumpul Kembali untuk Menggandakan Serangan ke Ukraina
Banyak pembayaran untuk pengiriman gas pada April dilaporkan tidak jatuh tempo hingga akhir bulan, sehingga diperkirakan tidak ada ancaman langsung terhadap pasokan. Masih belum jelas apakah mekanisme pembayaran baru yang ditetapkan oleh Rusia akan sepenuhnya melarang euro.
Baca juga: Rusia Gunakan Pesawat Pengebom Backfire di Ukraina, Bisa Bawa Rudal Hipersonik
Prancis dan Jerman mengutuk tuntutan Putin sebagai "pemerasan".
Perusahaan dan pemerintah Barat sebelumnya telah menolak tuntutan Rusia untuk membayar gas dalam rubel sebagai pelanggaran kontrak yang ada, yang ditetapkan dalam euro atau dolar Amerika Serikat (AS).
Namun Uni Eropa (UE) mendapatkan sekitar 40% gasnya dan 30% minyaknya dari Rusia, dan tidak ada pengganti yang siap pakai. Khususnya, UE tidak memberlakukan sanksi terhadap pasokan bahan bakar Rusia - meskipun negara-negara Barat lainnya seperti AS dan Kanada melakukannya.
Permintaan Putin untuk dibayar dalam rubel secara luas dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan mata uang, yang telah terkena berbagai sanksi internasional yang mengikuti invasi ke Ukraina.
(Susi Susanti)