WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) mengumumkan pada Selasa (5/4) bahwa mereka akan mengirim sistem rudal anti-tank tambahan ke Ukraina. Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan Washington akan memasok sistem anti-armor tambahan senilai USD100 juta (Rp1,4 triliun) ke Kiev.
"Saya telah mengizinkan penarikan segera bantuan keamanan senilai hingga USD100 juta (Rp1,4 triliubn) untuk memenuhi kebutuhan mendesak Ukraina akan sistem anti-armor tambahan," kata Blinken dalam sebuah pernyataan.
Menurut Blinken, dana tambahan ini membuat jumlah total bantuan keamanan AS ke Ukraina sejak awal kampanye militer Rusia pada akhir Februari menjadi lebih dari USD1,7 miliar (Rp24 triliun). Dia menambahkan bahwa AS dan sekutunya akan terus memperkuat posisi Ukraina di medan perang dan di meja perundingan.
Baca juga: Uni Eropa Angkat Bicara Terus Pasok Senjata ke Ukraina, Agar Tidak Kalah Perang
Pernyataan Blinken muncul setelah Ukraina menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di kota Bucha, barat laut ibukota Kiev setelah pasukan Rusia menarik diri dari daerah itu pekan lalu. Moskow membantah tuduhan itu dan mengatakan Ukraina dan pendukung asingnya melancarkan kampanye disinformasi terhadap operasi militernya.
Sehari sebelumnya, juru bicara Pentagon John Kirby menjelaskan bahwa AS akan terus mengirim sistem anti-tank Javelin, rudal anti-pesawat Stinger, dan drone.
Negara-negara Barat telah memasok Ukraina dengan rudal anti-tank dan pertahanan udara tetapi menolak permintaan Kiev untuk mengirimkan senjata dan pesawat yang lebih berat. NATO juga menolak untuk menetapkan zona larangan terbang di atas Ukraina, karena khawatir akan perang terbuka dengan Rusia.
Diketahui. Moskow menyerang negara tetangga itu menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan-ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan akhirnya pengakuan Rusia atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk. Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO, sebuah blok militer yang dipimpin AS. Kiev mengatakan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(Susi Susanti)