Ia menjelaskan, produksi dua kerajinan itu merupakan salah satu program unggulan yang ada di Lapas Perempuan Semarang. Selain dipasarkan di Indonesia, hasil produksi warga binaan perempuan di sana juga ada yang diekspor ke luar negeri, seperti Jepang.
Second Chance Foundation juga bermitra dengan UNODC pada tahun 2019 silam untuk mendukung pengambangan produksi kerajinan batik dan eco printing di Lapas Perempuan Semarang.
“Ada satu nilai dari karya warga binaan yang sulit disaingi produk pada umumnya," kata Evy.
Menururt Evy, karya warga binaan bukan sekadar hasil kerajinan tangan biasa melainkan hasil olah rasa dan pikiran dari sekelompok anak bangsa yang sedang menjalani masa hukuman dan sedang berusaha keras untuk memperbaiki diri, memulai hidup baru dengan berkarya agar bisa diterima kembali masyarakat.
"Dengan memanfaatkan hasil produksi batik ini, kita secara tidak langsung mendukung mereka menjadi pribadi yang mandiri dan produktif, sekaligus mempromosikan batik sebagai salah satu kekayaan budaya nasional yang sangat potensial bagi pengembangan ekonomi kreatif dalam negeri,” ungkapnya.
Menurut dia, sebagian besar warga binaan perempuan di lapas dan rutan Indonesia berasal dari kelompok yang terpinggirkan secara sosial. Ada pula warga binaan perempuan yang terjerat masalah hukum karena desakan kebutuhan sosio-ekonomi.