Penembakan Massal di SD Texas, Kepala Polisi Membela Diri Tidak Menjadi Penanggung Jawab

Susi Susanti, Jurnalis
Jum'at 10 Juni 2022 16:21 WIB
Kepala polisi distrik sekolah Uvalde, Texas tempat terjadinya penembakan massal memberikan penjelasan panjang perdananya (Foto: AP)
Share :

AUSTIN – Kepala polisi distrik sekolah Uvalde,Pete Arredondo, yang dikritik atas tindakannya selama insiden penembakan massal di sekolah dasar (SD) Robb di Uvalde, Texas memberikan komentar panjang perdananya yang diterbitkan pada Kamis (9/6/2022). Dia mengatakan tidak menganggap dirinya sebagai penanggung jawab saat pembantaian terjadi dan mengasumsikan orang lain telah mengambil kendali dari respon penegakan hukum.

Diketahui, seorang pria bersenjata berusia 18 tahun membunuh 19 anak dan dua guru di balik pintu kelas yang terkunci yang menurut kepala sekolah diperkuat dengan kusen baja dan tidak bisa ditendang.

Arredondo mengatakan kepada Texas Tribune bahwa dia sengaja meninggalkan radio polisi sebelum memasuki sekolah itu pada saat kejadian. Komunikasi radio yang buruk adalah salah satu kekhawatiran yang diangkat tentang bagaimana polisi menangani penembakan tragis pada 24 Mei lalu dan mengapa mereka tidak menghadapi pria bersenjata itu selama lebih dari satu jam, bahkan ketika orangtua yang sedih di luar sekolah mendesak petugas untuk masuk.

Baca juga: Penembakan Massal di SD Texas, Guru yang Tertembak Sebut Polisi Pengecut

Tetapi Arredondo,  percaya bahwa membawa radio akan memperlambatnya ketika dia memasuki sekolah dan bahwa dia tahu bahwa radio tidak berfungsi di beberapa gedung sekolah, mengatakan dia tidak pernah menganggap dirinya sebagai komandan insiden di tempat kejadian dan tidak memberikan instruksi apa pun jika polisi tidak boleh mencoba menerobos gedung.

“Saya tidak mengeluarkan perintah apa pun,” terangnya.

"Saya meminta bantuan dan meminta alat ekstraksi untuk membuka pintu,” lanjutnya.

Baca juga: Marak Penembakan Massal, Biden Desak Larangan Senapan Serbu dan Batasan Usia Kepemilikan Senjata

Arredondo mengatakan kepada Tribune bahwa dari lorong sekolah dia menggunakan telepon selular (ponselnya) untuk memanggil perlengkapan taktis, penembak jitu dan kunci untuk masuk ke dalam kelas. Dia mengatakan dirinya menahan diri dari pintu selama 40 menit untuk menghindari memprovokasi tembakan dan mencoba lusinan kunci yang dibawa kepadanya, tetapi semua kunci gagal setelah dicoba satu per satu.

“Setiap kali saya mencoba kunci, saya hanya berdoa,” katanya kepada Tribun. Dalam lebih dari dua minggu sejak penembakan itu, tindakan Arredondo mendapat sorotan tajam dari pejabat negara dan ahli yang terlatih dalam respons penembakan massal.

Arredondo belum menanggapi permintaan wawancara dan pertanyaan berulang dari The Associated Press.

Steven McCraw, Kepala Departemen Keamanan Publik Texas, mengatakan kepala polisi sekolah, yang dia gambarkan sebagai komandan insiden, membuat "keputusan yang salah" untuk tidak memerintahkan petugas menerobos kelas lebih cepat untuk menghadapi pria bersenjata itu.

Secara terpisah, The New York Times melaporkan pada Kamis (9/6/2022) bahwa dokumen menunjukkan polisi menunggu peralatan pelindung ketika mereka menunda memasuki sekolah, bahkan ketika mereka menyadari bahwa beberapa korban memerlukan perawatan medis.

Akun dan catatan Arredondo yang diperoleh Times diterbitkan pada Kamis (9/6/2022) ketika penegak hukum dan pejabat negara telah berjuang untuk memberikan garis waktu dan detail yang akurat. Mereka juga sering melakukan koreksi terhadap pernyataan sebelumnya, dan tidak ada informasi tentang tanggapan polisi yang dirilis secara resmi oleh penyelidik sejak hari-hari setelah serangan itu.

Menurut dokumen yang diperoleh Times, seorang pria yang diyakini penyelidik sebagai Arredondo terdengar di rekaman kamera tubuh berbicara tentang berapa lama waktu berlalu.

"Orang-orang akan bertanya mengapa kami lama sekali," kata pria itu, menurut transkrip rekaman kamera tubuh petugas yang diperoleh surat kabar itu. "Kami mencoba untuk melestarikan sisa hidup."

Menurut laporan itu, enam puluh petugas telah berkumpul di tempat kejadian pada saat empat petugas masuk. Dua ruang kelas tempat penembakan terjadi termasuk 33 anak dan tiga guru.

Tidak semua korban ditemukan tewas ketika petugas akhirnya masuk ke dalam. Menurut catatan yang diperoleh Times, termasuk tinjauan dokumen penegakan hukum dan video yang telah dikumpulkan sebagai bagian dari penyelidikan, seorang guru meninggal di ambulans dan tiga anak meninggal di rumah sakit terdekat.

Keluarga Xavier Lopez, 10, mengatakan anak laki-laki itu tertembak di punggung dan kehilangan banyak darah saat menunggu perawatan medis.

“Dia bisa saja diselamatkan,” terang Leonard Sandoval, kakek bocah itu, mengatakan kepada surat kabar itu.

“Polisi tidak masuk lebih dari satu jam. Dia kehabisan darah,” lanjutnya.

Catatan yang diperoleh Times mengungkapkan rincian baru lainnya, termasuk bahwa pria bersenjata itu, Salvador Ramos, memiliki perangkat pemicu "api neraka" yang dimaksudkan untuk memungkinkan senapan semi-otomatis gaya AR-15 ditembakkan lebih seperti senjata otomatis, telah menggunakannya selama serangan itu.

Menurut dokumen tersebut, Ramos telah menghabiskan lebih dari USD6.000 (Rp87 juta) untuk mengumpulkan senjata yang mencakup dua senapan gaya AR-15, aksesori, dan ratusan amunisi.

The Times melaporkan bahwa beberapa petugas yang pertama kali tiba di sekolah memiliki senjata panjang, dan bahwa Arredondo mengetahui identitas pria bersenjata itu saat berada di dalam sekolah dan berusaha berkomunikasi dengannya melalui pintu kelas yang tertutup.

Sekitar seminggu setelah penembakan, pejabat departemen keselamatan publik mengatakan Arredondo tidak lagi bekerja sama dengan agen tersebut dan tidak menanggapi permintaan wawancara dari Texas Rangers, unit investigasi agen tersebut.

Menanggapi hal ini, pengacara Arredondo, George E. Hyde, mengatakan kepada Tribune pada Kamis (8/6/2022) bahwa Arredondo tidak dapat melakukan wawancara pada hari yang diminta oleh Rangers karena dia menutupi shift untuk petugasnya. Hyde mengatakan Arredondo bersedia bekerja sama dengan penyelidikan Rangers tetapi ingin melihat transkrip dari komentarnya sebelumnya.

“Itu hal yang wajar untuk ditanyakan sebelum dia harus mendiskusikannya lagi karena, seiring berjalannya waktu, semua informasi yang dia dengar, sulit untuk diluruskan,” ujarnya.

Sementara itu, Eva Mireles, salah satu guru yang terbunuh, diketahui menelepon suaminya, seorang petugas polisi distrik sekolah Uvalde, selama serangan itu. Dokumen yang diperoleh Times menunjukkan bahwa Ruben Ruiz memberi tahu responden di tempat kejadian bahwa istrinya masih hidup di salah satu ruang kelas.

"Dia bilang dia tertembak," kata Ruiz kepada petugas lain ketika dia tiba di dalam sekolah pada pukul 11.48 waktu setempat, menurut transkrip kamera tubuh yang diperoleh Times.

Times melaporkan pada pukul 12:46, Arredondo tampaknya memberikan persetujuannya kepada petugas untuk memasuki ruangan.

"Jika Anda semua siap untuk melakukannya, Anda melakukannya," katanya, dikutip transkrip.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya