Etnis Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang telah menjadi sasaran pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM), penyiksaan dan kerja paksa, serta pemberantasan tradisi linguistik, budaya dan agama mereka dalam apa yang disebut oleh Amerika Serikat dan beberapa parlemen Barat sebagai genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Aparat berwenang China telah menahan hingga 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Turki lainnya di kamp-kamp pengasingan sejak 2017.
China telah mengatakan bahwa kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan untuk mencegah ekstremisme agama dan terorisme. Saat ini kamp-kamp tersebut sudah ditutup.
Menanggapi hal itu, Peneliti Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) AB Solissa menyampaikan kepada negara-negara dunia khususnya Indonesia untuk terus memantau perkembangan kasus pelanggaran HAM yang diduga kuat masih menimpa jutaan etnis Uighur di Xinjiang China.
Solissa menilai tindakan yang di lakukan China adalah bukti bahwasanya pelanggaran berat HAM yang terjadi di Xinjiang Tiongkok ini belum usai hingga saat ini.
“Baca saja laporan atau berita RFA, lugas sekali disebutkan cara-cara China yang di duga kuat untuk menangkap orang-orang Uighur dan etnis muslim minoritas lainnya, dengan dalil keamanan nasional,” ujarnya kepada wartawan Jumat (12/8/2022).
(Rahman Asmardika)