JAYANAGARA meneruskan tahta ayahnya Raden Wijaya, sebagai Raja Majapahit di usia yang sangat muda. Konon saat naik tahta menjadi raja di Majapahit, Jayanagara masih berusia 16 tahun. Di balik sosoknya yang muda, sejak kecil konon Jayanagara memiliki watak jelek dan tak disukai oleh istri dan anak dari Raden Wijaya lainnya.
Saat masih belia Jayanagara kerap kali dipanggil Kala Gemet atau artinya lawan yang ringkih. Hal ini sebagai sebuah gambaran tepat mengenai watak si anak. Konon Jayanagara saat masih kecil begitu tampan, kuat, dan cerdas, sayang kepribadiannya tak baik.
Dikisahkan Earl Drake pada bukunya "Gayatri Rajapatni : Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit", suatu ketika Tribhuwana dan Rajadewi Maharajasa, anak dari hasil pernikahan Raden Wijaya dan Gayatri bermain dengan Jayanagara. Tribhuwana datang mengadu ke Gayatri dengan hidung berdarah.
Darah itu disebabkan pertengkarannya dengan Jayanagara karena melindungi sang adik Rajadewi Maharajasa karena hendak merusak mainan sang adik. Saat diminta menjelaskan perbuatannya, Jayanagara kecil membela diri dengan kebohongan - kebohongan yang bertentangan dengan kesaksian kedua anaknya dan para pengasuhnya. Agaknya hubungan antara kedua anak Raden Wijaya dari ibu yang berbeda ini tak terlalu akur.
Baca juga: Kisah Pemberontakan dan Letusan Dahsyat Gunung Kelud Nyaris Menghancurkan Kerajaan Majapahit
Puncaknya ketika Jayanagara menyakiti anjing kecil peliharaan Tribhuwana di depan matanya sendiri, keberanian Tribhuwana kecil mengadu kepada Raden Wijaya yang berulangkali Jayanagara menyakiti hewan peliharaannya membuat Gayatri juga akhirnya melarang anak itu bermain bersama dengan Jayanagara, tanpa sepengetahuan langsung dari orang tuanya.
Maka tak heran ketika tampuk kepemimpinan Majapahit diserahkan kepada Jayanagara di usia yang masih 16 tahun, beberapa pihak sangsi akan kepemimpinan Jayanagara. Namun karena Jayanagara merupakan anak laki-laki satu-satunya dari Raden Wijaya membuat keputusan itu tak bisa diganggu gugat.
Ketika Jayanagara menjadi raja pasca Raden Wijaya mangkat, tak seorang pun tahu kepada siapa Jayanagara muda harus meminta nasehat. Sebab ia tak pernah dekat dengan ayahnya, meski sangat berbakti dengan ibunya yang bernama Dyah Petak. Dyah Petak yang merupakan putri Melati ini begitu memanjakannya sejak kecil.
Setelah ibunya meninggal, ia tak pernah dekat dengan ibu tirinya Tribhuwana, yang juga tak disukainya karena perempuan itu berusaha menumbuhkan disiplin dan tanggung jawab moral dalam diri Jayanagara.
Tapi di sisi lain, Jayanagara muda punya sifat yang mengesankan. Ia terkenal pemberani dan seroang ahli strategi perang. Sosoknya juga gemar dan jago berkelahi. Bahkan konon ia sangat menikmati ketika berada di tengah para prajuritnya dan di medan pertempuran.
Tampaknya keahlian ini membuat kedudukannya cukup stabil pada masa awal-awal jabatannya. Bahkan ia berhasil menumpas satu demi satu pemberontakan. Menurut beberapa sumber, terjadi sebanyak 12 kali pemberontakan, meskipun jumlah sesungguhnya sulit dipastikan.
(Qur'anul Hidayat)