“Kami telah merencanakan untuk membentuk unit drone untuk memantau dan mengintai fasilitas militer utama Korea Utara, dan sekarang akan mempercepat rencana tersebut sebanyak mungkin,” tambahnya, berjanji untuk meningkatkan kemampuan pengawasan dan pengintaiannya dengan drone siluman mutakhir.
Militer pun meminta maaf atas kegagalannya menembak jatuh drone, yang katanya terlalu kecil untuk dicegat dengan mudah, berukuran sekitar 3 meter.
Militer juga mengatakan tidak dapat menyerang mereka secara agresif karena kekhawatiran atas keselamatan warga sipil, dan berjanji untuk meningkatkan kemampuan anti-drone termasuk aset penyerang, teknologi pengacau dan radar, serta latihan pertahanan udara reguler.
“Sangat disesalkan kami tidak dapat menjatuhkan pesawat tak berawak musuh secara tepat waktu dan efisien sambil mempertimbangkan keselamatan publik,” terang Kang Shin-chul, seorang pejabat senior di Kepala Staf Gabungan (JCS) dalam pengarahan.
"Akibatnya, kurangnya kesiapan militer kita telah menimbulkan banyak kekhawatiran bagi masyarakat,” lanjutnya.
Insiden itu adalah intrusi wilayah udara terbaru oleh kendaraan udara tak berawak dari Korea Utara yang terisolasi, dengan kedua Korea secara teknis masih berperang setelah perang tahun 1950 hingga 1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.