TRIPOLI – Sebuah perahu karet yang membawa migran tenggelam di lepas pantai Libya kata badan migrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam pernyataannya Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan 73 hilang dan diduga tewas dalam insiden ini.
IOM mengatakan bahwa bencana itu terjadi pada Selasa, (14/2/2023) dan pihak berwenang Libya telah menemukan jasad dari 11 korban, demikian dilansir dari VOA Indonesia.
Badan itu mengatakan bahwa perahu yang mengangkut 80 migran itu dilaporkan berangkat dari Desa Qasr al-Akhyar, 80 kilometer di timur ibu kota Tripoli. Perahu penuh sesak itu akan menangkut para migran menuju pesisir Eropa, kata IOM dalam pernyataannya pada Rabu, (15/2/2023).
Salem Awag, pejabat tinggi Desa Qasr al-Akhyar, meminta pemerintah Libya meningkatkan dukungan bagi desanya untuk membantu menjaga kawasan pesisir dan mencegah penyeberangan pada masa mendatang.
Tenggelamnya perahu tersebut Selasa menjadi tragedi terbaru di Laut Tengah bagian tengah, yang menjadi jalur utama para migran.
BACA JUGA: Balas Dendam, Keluarga Penyelundup Bantai 30 Migran di Libya
Jumlah kematian pada rute tersebut tahun ini sudah mencapai setidaknya 130 migran, kata IOM.
Di lepas pantai Libya saja, setidaknya 529 migran dilaporkan tewas dan 848 lainnya hilang tahun lalu, sementara lebih dari 24.680 orang dicegat dan dipulangkan ke negara mereka, menurut keterangan IOM.
Dalam beberapa tahun terakhir, Libya telah menjadi titik persinggahan utama para migran dari Afrika dan Timur Tengah yang mencoba menuju Eropa.
Negara kaya minyak itu jatuh ke dalam kekacauan menyusul pemberontakan yang didukung NATO, yang menggulingkan dan menewaskan diktator Moammar Gadhafi pada 2011.
Beberapa tahun terakhir, pelaku perdagangan manusia mengambil kesempatan di tengah kekacauan tersebut, dengan menyelundupkan migran melintasi gurun pasir di sepanjang perbatasan negara tersebut dengan enam negara lainnya.
Kemudian, para migran biasanya diangkut dengan perahu-perahu karet yang tidak dilengkapi peralatan yang memadai untuk melintasi lautan yang berisiko.
Negara-negara di Eropa belakangan menekan pihak berwenang Libya dan penjaga pantai untuk menangkap dan mencegat para migran yang mencoba menyeberang ke pesisir Eropa.
Banyak dari mereka yang telah berhasil dicegat dan dibawa kembali ke Libya, termasuk perempuan dan anak-anak, kemudian ditahan di pusat-pusat penahanan pemerintah, di mana mereka mengalami penganiyaan, pemerkosaan dan penyiksaan, menurut organisasi-organisasi HAM.
(Rahman Asmardika)