Lebih jauh Faizasyah mengatakan Indonesia berharap dapat segera mewujudkan dialog nasional yang inklusif, namun masih harus terus melakukan komunikasi dan konsultasi. Selama hampir dua tahun Indonesia terus mencoba mencapai kemajuan terkait implementasi lima point konsensus yang dicapai pada April 2021, yang tak kunjung membuahkan hasil.
Pengamat Myanmar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pandu Prayoga mengatakan serangan oleh junta itu memiliki beberapa tujuan terhadap warga sipil.
"Yang pertama menyebarkan teror, bahwa yang berkuasa satu-satunya di Myanmar adalah pihak junta militer. Kedua, perang psikologi, pilih oposisi atau pilih kami Kalau (rakyat) pilih kami, aman. Kalau pilih menjadi oposisi, akan terus diserang," ujar Pandu.
Tujuan selanjutnya adalah terus menerus menciptakan konflik menjelang pemilu, agar warga senantiasa disibukkan dengan konflik, bukan pada hasil pemilu. Alhasil, lanjut Pandu, ujung-ujungnya pemenang pemilihan umum di Myanmar nantinya adalah militer.
Masih terus terjadinya aksi kekerasan, tambahnya, menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan Indonesia sebagai ketua ASEAN tidak efektif. Ia mengakui salah satu kelemahan ASEAN adalah tidak memiliki sanksi terhadap negara anggota yang melanggar rinsip dan aturan ASEAN, seperti yang dilakukan junta Myanmar, atau memberikan sanksi sosial seperti pengucilan.
(Rahman Asmardika)