Saat Bung Karno Walk Out dalam Rapat Muhammadiyah karena Tabir, Lalu Tulis Surat Terbuka

Fakhrizal Fakhri , Jurnalis
Kamis 22 Juni 2023 07:00 WIB
Bung Karno (Foto: Dok Istimewa/Okezone)
Share :

JAKARTA - Soekarno dikenal tokoh yang berani dalam menyampaikan pendapatnya. Bahkan, Bung Karno pernah melakukan walk out dalam rapat Muhammadiyah lantaran memiliki perbedaan pandangan.

Persinggungan Sukarno dengan Muhammadiyah pertama kali terjadi saat dirinya indekos di rumah tokoh Sarekat Islam, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII/29-31 Surabaya, Jawa Timur.

Berdasar kesaksiannya, pertemuan dengan pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan terjadi pertama kali saat dia berusia 15 tahun atau pada sekira tahun 1916, dilansir dari Muhammadiyah.or.id, Kamis (21/6/2023).

Saat itu Kiai Ahmad Dahlan bertabligh ke Surabaya. Dari pertemuan itu, Sukarno mendapatkan kesan kuat hingga mengekor kepada Kiai Ahmad Dahlan.

Keterlibatan Sukarno dengan Muhammadiyah semakin kuat tatkala dirinya menjalani pemindahan tempat pengasingan dari Ende ke Bengkulu pada 14 Februari 1938. Di sana, Sukarno aktif menjadi Ketua Majelis Pengajaran Muhammadiyah dan Direktur Sekolah Menengah Muhammadiyah.

Peristiwa menarik terjadi saat Bung Karno mendebat penggunaan tabir di suatu rapat Muhammadiyah Bengkulu pada bulan Januari 1939. Sikap protes Sukarno ditunjukkan dengan cara walk out (meninggalkan) rapat tersebut.

Dalam protesnya, Sukarno menganggap penggunaan tabir melambangkan cara pandang Islam yang mundur. Tabir sendiri adalah pembatas perempuan dan laki-laki yang membuat jamaah perempuan tidak dapat melihat penceramaah atau jamaah lain dari lawan jenis.

Erniwati dkk dalam Samaun Bakri: Berjuang Untuk Republik Hingga Akhir Hayat (2019) menulis pasca kejadian itu, Sukarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah Haji Syudjak dan Samaun Bakri. Keduanya sepakat dengan pandangan Sukarno.

Haji Syudjak sendiri menyebut tabir memang tidak diperlukan dalam rapat Muhammadiyah, karena Kiai Ahmad Dahlan pun berpendapat demikian.

Protes Sukarno terhadap masalah tabir nyatanya karena Sukarno menaruh harapan besar untuk agar Muhammadiyah berhasil mengangkat umat dari pandangan kolot yang membelenggu untuk maju. Pada wawancara dengan koresponden Surat Kabar Antara yang dimuat di Surat Kabar Pandji Islam tahun itu, Sukarno berkata:

“… Saya adalah murid dari Historische School van Marx. Hal tabir itu saya pandang historisch pula, zuiver onpersoonlijk (bukan hal personal). Tampaknya seperti soal kecil, soal kain yang remeh. Tapi pada hakekatnya, soal mahabesar dan mahapenting, soal yang mengenai segenap maatsschappelijke positie (posisi sosial) kaum perempuan. Saya ulangi: tabir ialah simbol dari perbudakan kaum perempuan! Meniadakan perbudakan itu adalah pula satu historische plicht (tugas sejarah)!”

Tak cukup dengan uraian dari Haji Syudjak yang dikenal sebagai periwayat KH. Ahmad Dahlan, Sukarno meminta ketegasan soal hukum Islam dan pandangan Muhammadiyah ke tokoh Muhammadiyah lain yang juga sahabatnya, Kiai Haji Mas Mansur.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya