Kemis pun kembali bercerita, untuk warga kampung Banjar masin yang pernah mendapatkan emas di dalam dasar sungai ini cukup banyak, yang paling sering ditemukan warga emas berupa kalung serpihan kalung, anting, cincin dan uang logam. Dan emas emas yang ditemukan warga sini diyakini peninggalan orang orang pribumi zaman dulu.
"Warga sini sudah banyak yang dapat, saya juga aja pernah dapat waktu ikut nyelam nyari, tapi itu, emas disini bukan emas batangan gitu yang kayak difilm film harta karun gitu, disini emas yang sudah jadi, dan kepercayaan masyarakat kampung sini emas itu berasal dari simpanan warga asli kampung sini pada zaman dulu, karena pada zaman dulu belum ada jalan, jadi masih menggunakan jalur air sungai untuk transportasi," ungkapnya.
Kemis mengatakan, selain ada emas di dalam sungai disini juga ada sebuah makam yang cukup dikeramatkan yang berada tidak jauh dari tempat warga yang sering mencari emas.
"Jadi tidak jauh dari sini ada makam mas, kalau cerita cerita warga sini makam keramat, makam Syekh katanya, nanti coba bisa tanya sama tokoh masyarakat sini yang lebih mengerti," tuturnya
Sementara itu, MPI mencoba bertanya kepada salah satu tokoh masyarakat, Kholid dikediamannya ia pun menceritakan, adanya emas di dasar sungai Itu sejarahnya ada saudagar asli warga pribumi kampung yang dulu bermukim dipinggir kali tersebut.
"Iya saudagar itu asli pribumi warga sini Hj Samad asli Benawa, kan disitu pemukiman warga, dan untuk kenapa emasnya bisa ke sungai, itu kan zaman dulu kita belum ada jalan jadi masih hutan blantara, jadi masih menggunakan sungai jalur transportasi," ceritanya.
Kholid kembali bercerita, adanya kampung Banjar Masin ini memang sudah ada sejak zaman dahulu, Dan makam yang dikeramatkan itu adalah makam dari Syekh Ali Akbar dari Aceh yang singgah dikampung.
"Kalau adanya kampung Banjar Masin ini sudah ada dari zaman dulu dari zaman belanda mungkin sudah ratusan tahun sudah turun menurun, cerita saya ini saya dapat dikasih tau sama yang tua-tua, dan untuk adanya makam itu, jadi ceritanya dia itu singgah dikampung sini, bahkan ceritanya dulu dia itu bawa kuda, dan dikampung sini lah dia mengajar ngaji dan wafat disini juga, dan wafatnya pun sekitar tahun 50'an, jadi ini yang saya tau karena kamu sudah bertanya, boleh percaya boleh juga tidak, tidak mempercayai bukan berarti boleh menghakimi," tutupnya.
(Awaludin)