“Tetap, kalau kita melihat hotspotnya, daerah-daerah mana saja yang menjadi penyumbang paling besar sebenarnya jadi dari kejadian bencana. Jadi kalau kita mau mengurangi dampaknya tentu saja provinsi-provinsi yang menjadi penyumbang kejadian bencana terbesar ini harus benar-benar bisa melakukan antisipasi dan mitigasi untuk mengurangi makin tingginya potensi kejadian bencana di daerah masing-masing. Karena makin banyak kejadian bencana tentu potensi dampaknya baik itu korban jiwa maupun harta makin besar,” kata Aam.
Sementara itu, Aam mengatakan, kejadian bencana banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor masih mendominasi kejadian bencana selama tahun 2023 ini. “Kalau kita melihat jenis bencananya banjir cuaca ekstrem tanah longsor itu masih mendominasi,” bebernya.
“Tetapi sekarang karena kita sudah lepas dari fase basah kita secara regional, jadi 2020 sampai 2022 akhir atau 2023 awal kita ada fase La Nina yang pengaruhnya dari Samudra Pasifik membawa awan hujan sehingga kita dalam 3 tahun musim basah sepanjang tahun, tetapi mulai tahun ini khususnya di Maret itu mulai berubah kita sebenarnya mulai masuk fase El Nino yang seharusnya itu lebih kering. Sehingga dari awal tahun kita sudah mengkampanyekan kita sudah berkoordinasi intensif dengan daerah untuk siaga Karhutla,” pungkasnya.
(Awaludin)