YEREVAN - Armenia siap menampung pengungsi dari wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri setelah menyerah kepada pasukan Azerbaijan, kata Perdana Menteri Nikol Pashinyan.
Dia mengatakan akomodasi telah disiapkan untuk puluhan ribu orang, meskipun dia melihat “tidak ada ancaman langsung” terhadap etnis Armenia di Karabakh.
Pihak berwenang Karabakh telah memperingatkan penduduknya bisa menghadapi pembersihan etnis. Namun Azerbaijan mengatakan pihaknya mengupayakan “reintegrasi secara damai” di wilayah tersebut.
Pasukan etnis-Armenia di Karabakh menyetujui gencatan senjata dengan Azerbaijan pada Rabu, (20/9/2023) setelah pertempuran sengit selama 24 jam.
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata yang ditengahi Rusia, pasukan lokal Karabakh berkomitmen untuk dibubarkan dan dilucuti sepenuhnya.
Ombudsman hak asasi manusia Karabakh, Gegham Stepanyan, mengatakan di media sosial bahwa jalan-jalan di ibu kota Khankendi, yang dikenal sebagai Stepanakert oleh orang Armenia “dipenuhi dengan pengungsi, kelaparan, ketakutan, dan ketidakpastian”.
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi, perdana menteri Armenia mengatakan sekira 120.000 etnis Armenia di kawasan itu harus diizinkan untuk tinggal “di rumah mereka dalam kondisi yang bermartabat dan aman”.
Namun negaranya sudah mulai bersiap menghadapi kemungkinan masuknya pengungsi ketika pertempuran meletus dan siap menampung sebanyak 40.000 keluarga, kata Pashinyan sebagaimana dilansir BBC.
Lebih dari 10.000 orang telah menuju bandara di Khankendi pada Rabu dengan harapan untuk dievakuasi, tambahnya. Bandara ini berdekatan dengan pangkalan penjaga perdamaian Rusia.
Pasukan lokal di Nagorno-Karabakh sebelumnya menuduh militer Azerbaijan melanggar gencatan senjata. Rekaman media sosial menunjukkan orang-orang di Khankendi berlari mencari perlindungan dan suara tembakan senjata kecil terdengar di latar belakang.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan dengan cepat menolak laporan dimulainya kembali pertempuran dan menyebutnya “sepenuhnya salah”.
Pashinyan juga mengatakan gencatan senjata tetap berlaku dan membantah laporan bahwa militer Azerbaijan telah memasuki ibu kota wilayah tersebut.
Sementara itu, delegasi etnis-Armenia dan Azerbaijan bertemu di kota Yevlakh, sekira 100 km utara Khankendi, untuk membahas masa depan Nagorno-Karabakh.
Gambar di media pemerintah Azerbaijan menunjukkan kedua delegasi tersebut duduk bersama anggota misi penjaga perdamaian Rusia.
Setelah beberapa jam, kantor kepresidenan Azerbaijan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa negosiasi telah selesai dan bahan bakar, pasokan medis, dan bantuan kemanusiaan akan dikirim ke Nagorno-Karabakh.
Mereka menggambarkan pembicaraan itu sebagai hal yang “konstruktif dan positif”, tetapi perwakilan negara itu juga mengatakan sulit mengharapkan semua masalah antara Azerbaijan dan Armenia Karabakh diselesaikan dalam satu sesi, kantor berita Rusia Ria melaporkan.
Pertemuan tindak lanjut diharapkan terjadi dalam waktu dekat.
Nagorno-Karabakh telah diisolasi sejak Azerbaijan secara efektif memblokir satu-satunya rute yang menghubungkan daerah kantong tersebut ke Armenia pada Desember 2022.
Rusia mengatakan pasukan penjaga perdamaiannya telah mengevakuasi 5.000 orang dari daerah berbahaya sejak serangan dimulai, kantor berita Interfax melaporkan.
Wilayah yang memisahkan diri di Kaukasus Selatan ini diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan dan pemerintah di Baku telah menegaskan niatnya untuk mengambil kendali penuh atas wilayah tersebut.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, memuji perjanjian gencatan senjata sebagai kemenangan besar, dan menyatakan bahwa negaranya telah memulihkan kedaulatannya atas wilayah tersebut untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.
Namun warga etnis Armenia khawatir bahwa penguasaan Azerbaijan akan menyebabkan pembersihan etnis dan warga Armenia Karabakh terpaksa mengungsi.
Penasihat pihak berwenang Karabakh, Davit Babayan, mengatakan kepada Reuters bahwa rakyatnya tidak bisa dibiarkan mati dan jaminan keamanan diperlukan sebelum pasukan lokal menyerahkan senjata mereka.
Presiden Aliyev mengatakan negaranya tidak melawan populasi di Karabakh, hanya “junta kriminal” mereka.
Dewan Keamanan PBB dijadwalkan membahas Nagorno-Karabakh pada Kamis, (21/9/2023) malam.
Dilemahkan oleh blokade selama berbulan-bulan dan tanpa dukungan internasional yang signifikan, pasukan Karabakh melihat Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial dengan cepat setelah melancarkan operasi militernya pada Selasa, (19/9/2023).
Pihak berwenang Karabakh telah melaporkan jumlah korban beberapa ratus orang tewas dan terluka. BBC belum dapat memverifikasi angka-angka ini, dan pengamat independen tidak dapat menjangkau wilayah tersebut sejak blokade dimulai.
Lima pasukan penjaga perdamaian Rusia secara tidak sengaja terbunuh dalam serangan Azerbaijan, kata jaksa di Baku. Laporan Rusia mengatakan mereka termasuk wakil komandan misi tersebut, Ivan Kovgan. Orang Rusia keenam tewas dalam serangan Armenia, kata jaksa.
Presiden Aliyev menyampaikan belasungkawa dan mengatakan kepada Vladimir Putin bahwa penyelidikan atas kematian mereka akan dilakukan, kata Kremlin.
Etnis Armenia telah menguasai Karabakh sejak perang berdarah menyusul runtuhnya Uni Soviet. Kekerasan telah terjadi berulang kali selama bertahun-tahun, termasuk selama eskalasi besar terakhir pada tahun 2020 ketika Azerbaijan merebut kembali wilayah tersebut dalam perang enam minggu.
Terjadi bentrokan antara polisi dan demonstran di ibu kota Armenia, Yerevan, pada Rabu, ketika ribuan orang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan.
(Rahman Asmardika)