BANGKOK – Pemimpin Thailand pekan ini berjanji untuk membatasi penggunaan ganja untuk tujuan medis setelah ribuan toko ganja dibuka di seluruh negeri sejak negara tersebut menjadi yang pertama di Asia yang mendekriminalisasi ganja pada 2022.
Pemerintah akan berusaha untuk “memperbaiki” kebijakan ganja dan maraknya pertumbuhan apotik yang menjual ganja secara bebas dalam jangka waktu enam bulan, kata Perdana Menteri Srettha Thavisin dalam wawancara dengan Haslinda Amin dari Bloomberg Television di New York pada Rabu, (20/9/2023).
“Undang-undang tersebut perlu ditulis ulang,” katanya sebagaimana dilansir Bloomberg.
“Itu perlu diperbaiki. Kita bisa mengaturnya hanya untuk penggunaan medis,” katanya, seraya menambahkan bahwa tidak ada jalan tengah untuk penggunaan rekreasi.
Meskipun Srettha mengatakan ada kesepakatan luas di antara 11 partai koalisi yang dipimpinnya mengenai perlunya membatasi penggunaan ganja, namun bagaimana tepatnya pemerintahannya akan melanjutkan masih belum jelas.
Partai Pheu Thai yang dipimpinnya mempromosikan kampanye garis keras anti-narkoba menjelang pemilu Mei dan berjanji untuk membatalkan kebijakan penting yang mendekriminalisasi ganja.
Saat ini mereka berkoalisi dengan Partai Bhumjaithai yang dipimpin oleh Anutin Charnvirakul, yang telah berjanji untuk terus melanjutkan rencana untuk memperkenalkan kembali RUU ganja di Parlemen yang mengupayakan pemantauan yang lebih ketat terhadap industri ganja tetapi menentang pengklasifikasian tanaman tersebut sebagai obat lagi.