JAKARTA - Alumni Doktor Universitas Pelita Harapan (UPH), Dr. Ida Sumarsih, S.H., M.Kn mengungkap tentang dominasi investor asing di sektor pertambangan dengan menggunakan instrumen Nominee Agreement atau perjanjian pinjam nama. Temuan Ilmiah itu dikemas dalam sebuah buku berjudul Nominee Agreement Dalam Usaha Pertambangan Minerba.
Karya ilmiah yang ditulis oleh Ida Sumarsih tersebut disusun berdasarkan hasil penelitian akademik yang mendalam yang didukung dengan pengalaman empirik di bidang usaha pertambangan batubara dan nikel, khususnya di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dijelaskan Ida dalam bukunya, nominee agreement merupakan penyelundupan hukum karena merupakan perjanjian pura-pura. Perjanjian ini tidak sah secara hukum karena tidak memenuhi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Meski investasi di bidang pertambangan terbuka untuk asing, namun negara tetap memberikan batasan kepemilikan modal asing melalui skema divestasi saham. Tak hanya itu, larangan nominee agreement juga telah diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Pasal 48 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dengan anugerah sumber daya alam yang melimpah, ungkap Ida Sumarsih, Indonesia harus dengan bijak mengelola dan memanfaatkan aset negara tersebut untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjadi landasan konstitusional dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat dalam arti luas. Hal itu dilakukan dengan tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan daya dukung dan kelestarian lingkungan.
Betapapun harus diakui bahwa pengelolaan sumber daya alam di sektor pertambangan memiliki karakteristik high cost, high risk dan high technology. Oleh karena keterbatasan pemodal dalam negeri, maka bidang usaha pertambangan ditetapkan menjadi salah satu bidang usaha yang terbuka untuk asing.
Meskipun demikian negara telah membatasi kepemilikan saham asing maksimal 49 persen melalui skema divestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Divestasi Saham. Berdasarkan kedua ketentuan pengaturan ini, Indonesia melarang warga negara asing memiliki saham mayoritas di bidang usaha pertambangan.
Dari hasil penelitiannya di lapangan, Ida Sumarsih menemukan fakta bahwa tujuan investor asing membuat nominee agreement adalah untuk mengamankan investasinya di Indonesia, dengan cara menguasai manajemen melalui dominasi mekanisme pengambilan keputusan dalam rapat umum pemegang saham. Dari sisi pengaturan, aparat penegak hukum tidak melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik nominee agreement.
Berdasarkan kajian Economic Analysis of Law khususnya dengan metode Cost and Benefit Analysis tercatat bahwa latar belakang dibuatnya nominee agreement sesungguhnya bertujuan untuk menjamin rasa aman investor asing dalam berinvestasi di Indonesia.
Tujuan penggunaan nominee agreement pada dasarnya juga bukan untuk menguasai sumber daya alam secara dominan seperti layaknya pemilik tambang. Secara kontraktual, para investor itu hanya sebagai pemegang izin usaha pengelolaan operasi produksi dan bukan izin kepemilikan. Oleh karena itu, kedaulatan negara atas kepemilikan sumber daya alam tetap terjaga dan tidak berkurang sama sekali dengan adanya nominee agreement.
Dari hasil kajian terbatas berdasarkan metode Cost and Benefit Analysis tersebut, peraih gelar Doktor Hukum UPH ini menyimpulkan bahwa nominee agreement memberi dampak manfaat (benefit) yang lebih besar dibanding dengan cost yang dikeluarkan, baik yang menjadi beban pemerintah maupun masyarakat. Meskipun nominee agreement merupakan praktik penyelundupan hukum, namun keberadaannya memberikan dampak positif dalam mendukung kebijakan makro ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto, pendapatan daerah melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak dan royalti tambang yang bernilai besar baik di Morowali maupun Kutai Kartanegara. Di kedua kabupaten tersebut keberadaan nominee agreement dapat ditoleransi karena telah memberikan dampak positif berupa manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar tambang.
Dalam rangka tetap menjaga kedaulatan Negara dan menjalankan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, melalui penelitiannya, Ida Sumarsih mengajukan saran tentang perlunya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, kepada Pemerintah disarankan untuk menetapkan kebijakan relaksasi kepemilikan saham dalam kegiatan usaha pertambangan minerba. Arahnya, memberi kesempatan kepada investor asing untuk memiliki saham mayoritas maksimal 51 persen untuk jangka waktu 10 tahun. Ini berarti, setelah 10 tahun, investor asing wajib melakukan divestasi sahamnya menjadi hanya sebesar 49 persen.
Untuk itu, ia pun memandang perlu diajukannya usulan perubahan terhadap UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Perubahan ini sejalan dengan semangat UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk membuka peluang sebesar-besarnya bagi masuknya investor asing. Seiring dengan itu, diusulkan pula untuk melakukan perubahan terhadap UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khususnya mengenai larangan nominee agreement, terutama untuk kepentingan yang bersifat mendominasi kepemilikan saham secara absolut.
Sebagai alternatif, Pemerintah perlu mengembangkan opsi pengelolaan operasional perusahaan pertambangan kepada investor asing meskipun presentasi kepemilikan sahamnya tetap dibatasi 49%. Sebagai benchmarking, opsi kebijakan yang sama telah dijalankan dalam pengelolaan PT Freeport Indonesia saat ini.
Kedua, untuk memberikan landasan hukum yang bersifat operasional, Pemerintah perlu menyusun pengaturan yang jelas mengenai pengawasan pelaksanaan aturan mengenai batasan kepemilikan saham asing maksimal 51 persen. Untuk itu, Pemerintah perlu memperkuat pengaturan mengenai pengawasan, sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap aturan bagi investor asing yang harus menginvestasikan kembali dividen ke dalam negeri untuk jangka waktu tertentu. Ketentuan itu perlu dipertegas dalam Permen ESDM No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Divestasi Saham. Hal ini sejalan dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan divestasi saham sektor pertambangan minerba perlu diatur dalam Permen ESDM No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Divestasi Saham dengan menambahkan pasal khusus yang mengatur mengenai norma-norma pengawasan dan penegakan hukumnya.
c. Pengawasan yang lebih intensif terhadap operasional perusahaan pertambangan melalui laporan Triwulan, laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang terintegrasi dengan sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) dari Kementerian ESDM dengan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dari Kementerian Investasi/BKPM.
Ketiga, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat di sekitar lingkar tambang, perlu dilakukan reorientasi perencanaan pembangunan dan koordinasi kebijakan pembangunan daerah dengan melibatkan pelaku usaha pertambangan.
Buku yang mengungkap fakta mengenai dominasi investor asing di sektor pertambangan dengan menggunakan instrumen nominee agreement atau perjanjian pinjam nama secara resmi akan dirilis hari ini, 9 Oktober 2023 di Gedung Pascasarjana UPH di Plaza Semanggi Lantai 3, Jakarta Selatan.
(Karina Asta Widara )