Setelah ratusan ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat perang yang terjadi pada 1948 terkait pembentukan Israel, warga Palestina mencari negara merdeka di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza.
Prospek tersebut tampaknya semakin jauh di tengah perluasan pemukiman Israel di tanah Palestina, terputusnya komunitas satu sama lain, dan terhentinya perundingan yang disponsori Amerika Serikat (AS).
Kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah Israel secara sistematis menindas warga Palestina selama beberapa dekade dalam kebijakan yang dianggap apartheid dan sejak 2007 telah memberlakukan penutupan darat, udara dan laut terhadap penduduk Gaza.
Otoritas Palestina (PA), yang menjalankan pemerintahan terbatas di wilayah Tepi Barat, dipimpin oleh faksi Fatah, saingan Hamas, yang mendorong Fatah keluar dari Gaza setelah perang saudara singkat pada 2006-2007. Namun, para pemimpin PA telah menyatakan simpatinya terhadap Gaza yang berperang dengan Israel.
“Israel adalah musuh dan penjajah kami dan merupakan hak rakyat kami untuk membela diri,” kata Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh pada pertemuan pemerintah pada Senin, (9/10/2023) bahkan ketika beberapa pendukung PA dari Barat mempertimbangkan untuk menangguhkan bantuan.