JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sejumlah saksi pada sidang lanjutan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo (RAT), hari ini, Senin 16 Oktober 2023.
Saksi yang dihadirkan tim jaksa KPK mayoritas didalami keterangannya ihwal sewa menyewa hingga jual beli tanah yang berkaitan dengan Rafael Alun. Pengacara Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih merespons sejumlah keterangan saksi yang dihadirkan pada sidang hari ini.
Pertama, Junaedi meragukan keterangan saksi pihak swasta bernama Happy Hermawati. Keterangan yang disampaikan Happy di persidangan berkaitan dengan penjualan lahan di Sentul, Bogor, Jawa Barat, 20 tahun silam. Menurut Junaedi, keterangan saksi Happy kebanyakan mengaku lupa.
"Saksi lupa harga yang dibayarkan oleh RAT berapa karena sudah lama sekali, transaksi hampir 20 tahun lalu," kata Junaedi kepada wartawan, Senin (16/10/2023).
Junaedi berpandangan bahwa keterangan Happy tersebut tidak bisa dijadikan fakta persidangan yang kuat. Apalagi, total pembelian tanah itu tidak bisa dipastikan. "Transaksi melalui agen, dibayarkan tunai, dihitung bersama tapi lupa jumlahnya," ucap Junaedi.
Dalam persidangan, jaksa juga mengungkap adanya penjualan tanah Rafael di Sentul. Informasi itu didalami penuntut umum dengan menghadirkan ibu rumah tangga bernama Shielfy sebagai pembelinya. Menurut Junaedi, pembelian lahan itu bukanlah permasalahan. Sebab, kata dia, dilaksanakan secara legal.
"Hingga sekarang tanah tersebut masih dimiliki oleh Shielfy, transaksi tidak ada masalah dan transaksi juga tercatat dalam dokumen resmi PPJB format developer," kata Junaedi.
Lebih lanjut, Junaedi turut mengomentari pemeriksaan saksi wiraswasta Arifin Wongso Atmodjo dalam persidangan. Di mana, Arifin menjelaskan soal penyewaan ruko senilai Rp550 juta selama empat tahun saat bersaksi di persidangan.
"Harga yang dibayarkan kepada RAT adalah Rp550 juta untuk durasi empat tahun, seharusnya sewa dilakukan selama enam tahun namun karena sepi, maka di tahun keempat tidak dilanjutkan," terang Junaedi.
Junaedi menyebut tidak ada permasalahan dalam penyewaan ruko itu. Dia menilai jaksa tidak bisa membuktikan pelanggaran pidana dalam dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat kliennya.
"Kontrak dilakukan di hadapan notaris sah dan benar ditandatangani," beber Junaedi.
Sekadar informasi, Rafael Alun Trisambodo didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp16.644.806.137 (Rp16,6 miliar). Ayah Mario Dandy Satriyo tersebut didakwa menerima gratifikasi belasan miliar bersama-sama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek.
Rafael Alun dan istrinya menerima gratifikasi melalui maupun berasal dari beberapa perusahaan di antaranya, PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME); PT Cubes Consulting; PT Cahaya Kalbar; dan PT Krisna Bali International Logistik.
Rafael Alun dan Ernie Meike Torondek menerima gratifikasi melalui PT ARME sebesar Rp1,6 miliar dari para wajib pajak. Selain itu, Rafael Alun juga menerima dana taktis yang bersumber dari para wajib pajak melalui PT ARME sejumlah Rp2,56 miliar.
Kemudian, Rafael Alun juga menerima uang sebesar Rp4,4 miliar melalui PT Cubes Consulting. Uang tersebut merupakan pendapatan Rafael Alun atas jasa operasional perusahaan yang tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Rafael Alun disebut juga menerima Rp6 miliar yang kemudian disamarkan lewat pembelian rumah di Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kavling 112, Jakarta Barat. Uang yang disamarkan dalam bentuk rumah itu diberikan oleh anak usaha PT Wilmar Group, PT Cahaya Kalbar selaku wajib pajak di Kantor Pusat DJP Jakarta.
Terakhir, Rafael disebut menerima uang sejumlah Rp2 miliar dari Direktur PT Krisna Group, Anak Agung Ngurah Mahendra.
Atas perbuatannya, Rafael Alun didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Arief Setyadi )