Ketakutan 1,7 Juta Pengungsi Afghanistan Memuncak Ketika Pakistan Bersiap Deportasi

Susi Susanti, Jurnalis
Rabu 01 November 2023 11:33 WIB
Pengungsi Afghanistan ketakutan dideportasi dari Pakistan (Foto: AFP)
Share :

PAKISTAN - Ribuan warga Afghanistan yang tinggal di Pakistan berlomba menuju perbatasan pada Selasa (31/10/2023) menjelang batas waktu tengah malam bagi orang asing yang tidak memiliki dokumen untuk meninggalkan negara tersebut atau dideportasi.

Pakistan mengatakan 1,7 juta orang pengungsi dari Afghanistan harus meninggalkan negara mereka paling lambat tanggal 1 November atau mereka akan ditangkap dan dideportasi. Kebanyakan dari mereka adalah warga Afghanistan.

Banyak pengungsi yang ketakutan karena melarikan diri dari Afghanistan setelah Taliban mengambil kembali kendali pada 2021. Yang lainnya telah berada di Pakistan selama beberapa dekade.

“Kemana kami akan pergi jika kami terpaksa meninggalkan Pakistan?” tanya seorang remaja putri, dikutip BBC.

Sadia, yang sedang belajar di Peshawar di barat laut Pakistan, mengatakan dia melarikan diri dari Afghanistan dua tahun lalu demi mendapat kesempatan mendapatkan pendidikan, setelah pemerintah Taliban melarang anak perempuan dan perempuan bersekolah berdasarkan hukum Islam yang keras.

“Saya belajar di sini di Pakistan dan saya ingin melanjutkan pendidikan saya di sini. Jika kami terpaksa pergi, saya tidak akan bisa melanjutkan studi saya di Afghanistan. Orang tua saya, saudara perempuan dan laki-laki saya takut akan masa depan,” terangnya.

Ketegangan antar negara meningkat setelah meningkatnya serangan lintas batas, yang menurut Islamabad dilakukan oleh militan yang bermarkas di Afghanistan.

Taliban yang berkuasa di Afghanistan, yang menyangkal memberikan perlindungan bagi militan yang menargetkan Pakistan, menyebut langkah untuk mendeportasi warga Afghanistan yang tidak memiliki dokumen “tidak dapat diterima”.

Kerumunan pengungsi bergegas ke perbatasan dengan Afghanistan pada Selasa (31/10/2023), hari terakhir bagi mereka untuk pergi secara sukarela atau dideportasi. Truk terlihat penuh dengan pakaian dan perabotan.

Pakistan mengatakan hampir 200.000 warga Afghanistan telah kembali ke rumah mereka pada Senin (30/10/2023).

Laporan mengatakan 20.000 orang melakukan perjalanan ke perbatasan pada Selasa (31/10/2023) karena waktu untuk pergi secara sukarela telah habis.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), delapan dari 10 orang yang meninggalkan negara itu mengatakan mereka takut ditangkap jika tetap tinggal.

Banyak dari pengungsi ini, yang melarikan diri dari Afghanistan setelah Taliban mengambil alih kembali pemerintahan, khawatir bahwa impian dan penghidupan mereka akan kembali hancur.

Namun Pakistan, yang sedang bergulat dengan krisis ekonomi dalam beberapa tahun terakhir, tidak memiliki kesabaran. Pada Juli lalu, rupee Pakistan mengalami penurunan tertajam terhadap dolar sejak Oktober 1998.

Kantor hak asasi manusia PBB mendesak pihak berwenang Pakistan menghentikan deportasi untuk menghindari "bencana hak asasi manusia".

“Kami yakin banyak dari mereka yang menghadapi deportasi akan menghadapi risiko besar pelanggaran hak asasi manusia jika kembali ke Afghanistan, termasuk penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, perlakuan kejam dan tidak manusiawi lainnya,” kata Ravina Shamdasani, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB.

Taliban telah melanggar janji mereka sebelumnya untuk memberikan perempuan hak untuk bekerja dan belajar – penindasan terhadap hak-hak perempuan di bawah pemerintahan mereka adalah yang paling kejam di dunia.

Selain dilarang bersekolah, anak perempuan juga tidak diperbolehkan berada di taman, gym, kolam renang, dan ruang publik lainnya. Salon kecantikan telah ditutup dan perempuan diharuskan mengenakan pakaian dari kepala hingga ujung kaki.

Awal tahun ini, Taliban juga membakar alat-alat musik, mengklaim musik “menyebabkan kerusakan moral”.

Penyanyi Afghanistan Sohail mengatakan dia melarikan diri dari ibu kota Afghanistan, Kabul, "hanya dengan sedikit pakaian" pada malam ketika Taliban menguasai kota itu pada Agustus 2021.

“Saya tidak bisa hidup sebagai musisi di Afghanistan,” kata Sohail, yang keluarga musisinya berusaha mencari nafkah di Peshawar.

“Kami sedang menghadapi masa kritis karena kami tidak punya pilihan lain, Taliban tidak menerima musik di Afghanistan, dan kami tidak punya pilihan lain untuk penghidupan,” lanjutnya.

Taliban mengatakan mereka telah membentuk komisi untuk menyediakan layanan dasar, termasuk akomodasi sementara dan layanan kesehatan, bagi warga Afghanistan yang kembali.

“Kami menjamin mereka bahwa mereka akan kembali ke negara mereka tanpa rasa khawatir dan menjalani kehidupan yang bermartabat,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

Menurut PBB, Pakistan telah menampung ratusan ribu pengungsi Afghanistan selama beberapa dekade perang. Sekitar 1,3 juta warga Afghanistan terdaftar sebagai pengungsi sementara 880.000 lainnya telah menerima status hukum untuk tetap tinggal.

Menteri Dalam Negeri Pakistan Sarfraz Bugti mengatakan pada tanggal 3 Oktober, ketika dia mengumumkan perintah pengusiran, sekitar 1,7 juta orang lainnya berada di negara itu secara ilegal.

Angka yang dikeluarkan PBB berbeda-beda. PBB memperkirakan ada lebih dari dua juta warga Afghanistan tidak berdokumen yang tinggal di Pakistan, setidaknya 600.000 di antaranya tiba setelah Taliban kembali berkuasa.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya