"Beberapa kelemahannya di antaranya ketidakadilan untuk pekerja migran Indonesia karena kewajiban kepabeanan dibebankan setiap kontainer dan bukan setiap pemilik barang," tuturnya.
Penetapan atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor pun tidak seimbang, yaitu pemilik barang mewah membayar dengan jumlah yang sama dengan pekerja migran Indonesia. Selain itu, terdapat kesulitan dalam pengawasan masuknya barang ilegal seperti narkoba dan barang larangan pembatasan.
Hal itu lah yang menjadi alasan Bea Cukai Tanjung Emas untuk menciptakan inovasi penyelesaian barang kiriman pekerja migran Indonesia dengan menggunakan CN yang diterapkan mulai 1 Agustus 2020. Melalui inovasi tersebut, dokumen barang kiriman terekam dengan baik sehingga memberikan peningkatan mutu pelayanan dan pengawasan barang kiriman pekerja migran Indonesia.
Inovasi itu juga membantu fungsi Bea Cukai sebagai community protector dengan keberhasilan pengungkapan penyelundupan narkoba dan barang larangan pembatasan yang didapat dari modus-modus pelanggaran bidang kepabeanan. Hal itu dapat terlihat dari peningkatan jumlah penindakan tahun 2020 hingga 2022 menjadi 12 kali penindakan, total tegahan sebanyak 21,7 kg, dan menyelamatkan kurang lebih 80 ribu orang dari penggunaan narkoba.
Selain peningkatan pelayanan dan pengawasan, inovasi tersebut juga terbukti memaksimalkan penerimaan negara berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Pada 2020, terkumpul sebesar Rp33,2 miliar, 2021 sebesar Rp34,7 miliar, dan 2022 sebesar Rp45,8 miliar.