GEORGIA - Kematian tiga tentara Amerika Serikat (AS) yang terdiri dari dua wanita dan seorang pria dari negara bagian Georgia, AS dalam serangan drone atau pesawat tak berawak di Yordania pada Minggu (28/1/2024) adalah hal yang ditakuti oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Dan itu berarti Gedung Putih kini menghadapi keputusan yang sangat sulit mengenai bagaimana menanggapinya.
Presiden Biden, yang bertemu dengan tim keamanan nasionalnya di Situation Room pada Senin (29/1/2024), saat ini sedang mempertimbangkan pilihan yang ada di hadapannya. Dia bisa memilih untuk menyerang sasaran-sasaran sekutu Iran di wilayah tersebut, menyerang Iran sendiri, atau tidak melakukan apa pun.
Semua pilihan mempunyai risiko yang serius, terutama pada tahun pemilu di mana presiden harus menyeimbangkan antara tampil kuat dan memastikan situasi yang sudah berbahaya tidak lepas kendali.
“Kami tidak ingin perang lebih luas dengan Iran,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada wartawan.
“Kami tidak menginginkan perang yang lebih luas di kawasan ini, namun kami harus melakukan apa yang harus kami lakukan,” lanjutnya.
Pemerintahan Biden juga harus mempertimbangkan tanggapannya terhadap Iran dalam konteks perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas.
Sejak 7 Oktober, prioritas utama AS adalah menghentikan penyebaran konflik di Gaza di wilayah tersebut. Hal itulah yang mengatur tanggapan Amerika terhadap serangan-serangan non-fatal sebelumnya terhadap pasukan Amerika di wilayah tersebut.
Serangan mematikan ini benar-benar mengubah keadaan. AS kini merasa tidak punya pilihan selain merespons dengan tegas. Namun kebutuhan untuk mencapai keseimbangan masih tetap ada.