PEKANBARU - Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang berlangsung pada 14 Februari diduga ada kecurangan yang dilakukan petugas pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Hal tersebut disampaikan penggiat Pemilu, Nurhamin saat diwawancarai ekslusif oleh wartawan MNC Media di Pekanbaru, Riau, Rabu (14/2/2024).
Nurhaimin mengatakan, ada dugaan kecurangan Pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang diduga dilakukan petugas TPS untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sejumlah kejanggalan yang dialaminya, kata Nurhaimin, mulai dari formulir model C6, yang merupakan Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara kepada pemilih. Ini persoalan teknis.
Ada dua sistem di situ. Pertama online, kedua bisa langsung diantar C6-nya. Muhaimin pun melakukan pengecekan berapa yang tidak mendapat C6. Dari lima TPS yang di kawasannya di daerah Pekanbaru, ternyata marginnya antara 78 sampai 100 pemilih per TPS.
"Sehingga saya paham betul, biasanya diantar, RT atau RS. Semua tahu rumah saya di sini. Itu tidak ada konfirmasi tiba-tiba dilempar ke kelurahan," ujarnya.
Saat pencoblosan, dirinya pun datang ke TPS. Di sana melihat yang disebutnya ada dua polarisasi. Pertama, petugas PPS mengatakan yang bawa KTP itu boleh mencoblos pukul 11.00. Itu kan DPK atau Daftar Pemilih Khusus.
Pihaknya pun berkomunikasi karena merasa mengetahui aturan di TPS dengan pengalaman yang dimiliki.
"Nah, ini ketua KPPS-nya datang kembali ke saya, ada yang menyuruh dari kelurahan, saya katakan kelurahan itu ada dua, petugas lurah atau petugas PPS, satu lagi mantan petugas PPS? yang satu mengatakan petugas kelurahan, satu lagi mengatakan petugas PPS, ada juga mantan petugas PPS," tuturnya.