Jangka Jayabaya disusun dalam bentuk tembang (macapat) dan gancaran (prosa) serta aforisma-aforisma singkat dan padat sehingga mudah dihafalkan. Dalam ramalannya, Jayabaya mengatakan Pulau Jawa terbagi atas tiga jaman besar, yakni jaman Kali Swara atau zaman permulaan yang lamanya 700 tahun matahari atau 721 berdasarkan hitungan tahun bulan.
Kemudian zaman Kaliyoga atau jaman pertengahan yang lamanya juga 700 tahun dan jaman Kali Sangsara atau jaman akhir yang lamanya juga 700 tahun terhitung sejak 1401 hingga 2100.
Selain tentang pembagian zaman di Pulau Jawa, Peneliti asing George Quinn dalam "Wali Berandal Tanah Jawa" menulis, terdapat dua bait ikonik dalam Jangka Jayabaya. “Tersembunyi dalam kedua bait itu, Soekarno pun tampil sekilas,” tulisnya.
Dalam bahasa Indonesia ramalan tersebut berbunyi: "Lalu Garuda Ngwangga akan berkuasa. Ibunya putri dari Bali. Dia akan berkuasa di tanah Jawa, bala tentaranya setan dan demit."
Garuda ditafsirkan sebagai burung garuda, lambang negara Republik Indonesia. Kemudian Ngwangga dianggap merujuk kepada Soekarno. Ngwangga merupakan nama lain dari Adipati Karna, tokoh pewayangan saudara Pandawa satu ibu beda ayah.
Penggantian nama Kusno sendiri menjadi Soekarno karena ayah Bung Karno terpikat dengan ketokohan Adipati Karna atau Karno. Penggantian nama itu berlangsung di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, saat Soekarno kecil sakit-sakitan.
Ibunda Bung Karno juga berasal dari Bali yang merujuk pada Soekarno. “Tentara setan dan dedemit mengacu pada tentara gerilyawan rakyat jelata Indonesia yang mengobarkan perjuangan sengit dan sukses untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945 dan 1949,” tulis George Quinn.
Entah kebetulan atau memang menjadi kenyataan, pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, Soekarno dan Mohammad Hatta kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
(Salman Mardira)