GAZA - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan kembali tekadnya untuk melancarkan serangan di Rafah, menentang kritik internasional.
Kota ini dipenuhi oleh sekitar 1,5 juta warga Palestina dari wilayah lain di Gaza yang mencari perlindungan.
Netanyahu mengatakan tidak ada tekanan internasional yang akan menghentikan Israel dalam mencapai semua tujuan perangnya.
“Jika kita menghentikan perang sekarang sebelum mencapai semua tujuannya, artinya Israel telah kalah perang dan kami tidak akan membiarkan hal ini terjadi,” kata Netanyahu pada pertemuan kabinetnya, dikutip BBC.
Dia mengatakan Israel harus bisa melanjutkan perangnya, dengan tujuan melenyapkan Hamas, membebaskan semua sandera dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman.
“Untuk melakukan ini, kami juga akan beroperasi di Rafah,” ujarnya.
Netanyahu mengatakan serangan di kota di ujung selatan Jalur Gaza akan terjadi dan akan memakan waktu beberapa minggu.
Dia juga mengecam para pengkritiknya dengan mengatakan kepada mereka: "Apakah ingatanmu begitu pendek?
“Begitu cepatnya Anda melupakan [7 Oktober], pembantaian terburuk yang dilakukan terhadap orang Yahudi sejak Holocaust,” ungkapnya.
Komentarnya muncul ketika kanselir Jerman, dalam perjalanannya ke Timur Tengah, menyatakan kembali penolakannya terhadap rencana tersebut.
Pemimpin Israel bertemu dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Minggu (17/3/2024).
Berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers bersama, Scholz mengatakan dia berbicara dengan Netanyahu tentang perlunya memberikan pasokan bantuan kemanusiaan yang komprehensif kepada warga Gaza. Dia menekankan bahwa kondisi distribusi bantuan harus diperbaiki secara mendesak dan besar-besaran.
Dia mengatakan kesepakatan penyanderaan bagi warga Israel yang diambil oleh Hamas pada 7 Oktober diperlukan bersamaan dengan gencatan senjata jangka panjang di Gaza.
Pemimpin Jerman tersebut mengatakan bahwa dia mengatakan kepada rekannya dari Israel bahwa logika kemanusiaan harus dipertimbangkan sebelum serangan darat di Rafah.
"Tujuan [Israel] dalam melenyapkan batalyon teroris yang tersisa di Rafah sejalan dengan memungkinkan penduduk sipil meninggalkan Rafah,” ujarya.
“Ini bukanlah sesuatu yang akan kami lakukan sambil menjaga populasi tetap di tempatnya,” tambah pemimpin Israel tersebut.
Rencana Israel telah banyak dikritik oleh masyarakat internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serkat (AS) juga memperingatkan bahwa serangan besar-besaran di Rafah bisa menjadi bencana.
Tedros Adhanom Ghebreyesus, ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (15/3/2024) meminta Israel atas nama kemanusiaan untuk tidak melancarkan serangan seperti itu ke kota paling selatan Gaza.
AS mengatakan mereka belum melihat rencana rinci Israel untuk Rafah, dan Presiden Joe Biden telah memperingatkan Israel agar tidak memperluas invasinya ke kota tersebut, dengan menyebutnya sebagai “garis merah”.
(Susi Susanti)