Perjuangan Berat Seorang Jurnalis yang Bekerja di Medan Perang Gaza Sambil Menjaga Keluarga Tetap Aman

Susi Susanti, Jurnalis
Senin 29 April 2024 15:03 WIB
Perjuangan berat seorang jurnalis yang tetap bekerja di medan perang Gaza sambil menjaga keluarga tetap aman (Foto: BBC)
Share :

GAZA - Selama sekitar tiga bulan, Adnan El-Bursh melaporkan perang di Gaza sambil tinggal di tenda, makan satu kali sehari, dan berjuang untuk menjaga keselamatan istri dan lima anaknya. Reporter BBC berbahasa Arab menceritakan momen-momen mengerikan yang dia hadapi saat meliput perang yang mendorongnya hingga batas kemampuannya.

“Salah satu momen terburuk dalam enam bulan terakhir adalah malam kami semua tidur di jalanan. Saya memandangi wajah istri dan anak-anak saya, yang meringkuk dalam cuaca dingin yang menggigit di Khan Younis di Gaza selatan, dan merasa tidak berdaya,” terangnya.

“Anak kembar saya yang berusia 19 tahun, Zakia dan Batoul, tergeletak di trotoar bersama putri saya, Yumna, yang berusia 14 tahun, putra saya Mohamed, yang berusia delapan tahun, dan putri bungsu saya, Razan, yang berusia lima tahun, bersama ibu mereka, Zaynab,” lanjutnya.

“Saat kami mencoba beristirahat di luar markas besar Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, suara tembakan bergema sepanjang malam dan drone berdengung di atas kepala,” ujarnya.

“Kami berhasil menemukan sebuah apartemen untuk disewa, namun pemiliknya telah menelepon sebelumnya pada hari itu, mengatakan bahwa militer Israel telah memperingatkan dia bahwa gedung tersebut akan dibom. Saya sedang bekerja pada saat itu, tetapi keluarga saya mengambil tas mereka dan melarikan diri,” paparnya.

Adnan menghadapi banyak momen sulit saat meliput perang, termasuk saat 80 jenazah dikuburkan di kuburan massal.

Dia mengisahkan dirinya dan saudara laki-lakinya duduk di depan kotak karton sepanjang malam di markas Bulan Sabit Merah, mendiskusikan apa yang harus dilakukan.

Mereka telah meninggalkan rumah kami di kota Jabalia beberapa hari sebelumnya, pada tanggal 13 Oktober, meninggalkan sebagian besar harta benda, setelah militer Israel menyuruh semua orang di Gaza utara untuk pindah ke selatan demi keselamatan.

Dan sekarang mereka baru saja lolos dari pengeboman di daerah yang diperintahkan. “Sulit untuk berpikir jernih. Saya merasa marah, terhina dan sedih karena saya tidak dapat memberikan perlindungan apa pun bagi keluarga saya,” ujarnya,

Akhirnya, keluarga Adnan pindah ke sebuah apartemen di Nuseirat di Gaza tengah, sementara tim BBC di tenda di rumah sakit Nasser di Khan Younis. Di sana, komunikasi sulit, sinyal internet dan telepon terkadang terputus.

Adnan pun terkadang tidak mendengar kabar dari keluarganya selama empat atau lima hari.

Di Khan Younis, tim BBC yang berisi sekitar tujuh orang, hidup dengan makan satu kali sehari. Kalaupun ada makanan, terkadang kami tidak memakannya karena hampir tidak ada tempat untuk pergi ke toilet.

Selama perang terjadi, Kepala biro Al Jazeera Wael Al-Dahdouh, mengalami kerugian yang sangat besar.

Rumah yang ditinggali keluarganya terkena serangan udara Israel. Istrinya, anak laki-lakinya yang masih remaja, anak perempuan berusia tujuh tahun, dan cucu laki-lakinya yang berusia satu tahun tewas.

Militer Israel mengatakan pihaknya mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi korban sipil, dan dalam kasus ini mereka menargetkan infrastruktur teroris Hamas di wilayah tersebut.

Adnan telah meliput konflik di Gaza selama 15 tahun, namun perang ini berbeda, mulai dari serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga skala kerugiannya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya