SPECIAL REPORT: Drama di Balik Kasus Pembunuhan Vina di Cirebon

Widi Agustian, Jurnalis
Sabtu 01 Juni 2024 07:29 WIB
Pembunuhan Vina Cirebon (Foto: istimewa/Okezone)
Share :

 KASUS pembunuhan Vina Dewi Arsita dan M Rizky Rudiana atau Eky kembali terbuka. Peristiwa berdarah ini terjadi di Cirebon, Jawa Barat pada delapan tahun silam.

Hal ini terjadi seiring dengan film Vina Sebelum 7 Hari yang bercerita tentang peristiwa tersebut tayang di layar lebar. Film ini pun menjadi viral dan perbincangan di publik.

Ungkapan yang sering disampaikan oleh para netizen +62 yang kira-kira pesannya begini, "kalau sudah viral, baru akan diberikan perhatian" tampaknya relevan untuk kasus Vina Cirebon ini.

Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memberikan atensi khusus terhadap kasus ini. Ketika melakukan kunjungan kerja di Lawang Agung, Musi Rawas Utara, Sumatra Selatan pada Kamis 30 Mei 2024, Presiden memberikan pernyatannya terkait pembunuhan sadis ini.

Jokowi meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengawal penanganan kasus pembunuhan terhadap Vina dan Eky tersebut

"Tanyakan kepada Kapolri. Saya sudah menyampaikan agar kasus itu betul-betul dikawal dan transparan terbuka semuanya," kata Jokowi pada saat itu.

Presiden juga meminta agar kasus tersebut dapat diselesaikan secara terbuka dan boleh perlu ditutup-tutupi. "Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Kalau ada, ya," kata Jokowi.

Pernyataan presiden ini malah menimbulkan persepsi tersendiri di masyarakat. Apa benar ada yang ditutupi dari kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon?

Kini, sejumlah kejanggalan-kejanggalan di kasus pembunuhan sadis ini juga turut menjadi sorotan masyarakat.

 BACA JUGA:

Kriminolog Adrianus Meliala berkomentar mengenai kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang terjadi pada 2016 ini. Dirinya menilai kasus ini membuat klaim sejumlah pihak tak mudah bisa dipercaya.

Terbaru, polisi telah menangkap tersangka yang menjadi DPO sejak delapan tahun silam dengan nama Pegi Setiawan alias Perong. Dalam hal ini, polisi juga menghapus dua dari tiga nama DPO yang sebelumnya telah disebar.

"Dengan kata lain, agak susah bagi terutama kami pihak yang menjadi pengamat percaya pada salah satu pihak. Dalam hal ini mohon maaf untuk ibu dan pengacara (Pegi), maupun kepada pihak lain, pihak kepolisian," kata Adrianus dalam program Rakyat Bersuara yang ditayangkan iNews TV, Selasa 28 Mei 2024.

Dia melanjutkan, delapan tahun merupakan waktu yang panjang bagi para pihak untuk mengembangkan teori dan alibinya masing-masing.

"Masalahnya begini, delapan tahun itu sudah merupakan waktu yang cukup bagi semua pihak, untuk tanda kutip belajar mengembangkan teori, mengembangkan alibi, mengembangkan apa yang dilakukan," ungkap dia.

 BACA JUGA:

Karena itu, pengadilan harus bisa membuka lebar persidangan ini. Hal ini terutama alat-alat bukti yang bakal ditampilkan dalam persidangan.

"Kami berharap ajang pengadilan menjadi ajang yang terbuka dalam rangka mengakses tentang kualitas bukti tersebut," ungkap dia.

Dalam kasus ini, 11 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Tujuh orang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Sementara Saka Tatal, anak di bawah umur dijatuhi hukuman 8 tahun.

Saka Tatal pun akan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). PK diajukan untuk menguji putusan yang telah membawa dirinya mendekam di penjara.

Saka mengaku menjadi korban salah tangkap. Pengajuan PK ini bakal ditempuh Saka usai Pegi Setiawan, terduga otak pembunuhan ditangkap Polda Jawa Barat.

Pengacara Saka, Titin Prialianti mengatakan, penangkapan Pegi akan berpengaruh kepada para terpidana lain, termasuk yang sudah divonis penjara seumur hidup.

"Iya (setelah sidang Pegi diajukankan) karena tentu saja sidang Pegi itu akan berpengaruh besar terhadap yang masih ada di dalam, yang divonis seumur hidup," kata Titin dalam program dialog spesial Rakyat Bersuara di iNews, Selasa 28 Mei 2024.

 BACA JUGA:

Pada Selasa 21 Mei 2024, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan alias Perong alias Egi di Kota Bandung, Jawa Barat.

Pegi disebut polisi berperan sebagai otak kasus yang terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2016 tersebut. Saat kejadian, Pegi menyuruh teman-temannya anggota geng melempari motor Yamaha Seon yang dikendarai korban Eky yang tengah membonceng Vina.

Para pelaku berhasil mengejar korban di flyover. Setelah itu, para pelaku menganiaya kedua korban dengan tangan kosong dan balok kayu.

Kemudian, para pelaku membawa kedua korban ke belakang showroom Jalan Perjuangan, depan SMP 11 Kali Tanjung, Cirebon. Di sini, para pelaku, termasuk Pegi menganiaya kedua korban secara brutal. Saat korban Vina tak berdaya, Pegi memperkosanya.

Peran sentral tersangka Pegi itu disampaikan Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Kombes Pol Surawan di Mapolda Jabar, Minggu 26 Mei 2024.

"Berdasarkan hasil penyidikan, PS (Pegi alias Perong) menyuruh pelaku lain melempar batu, mengejar, dan menganiaya korban hingga tewas," kata Kombes Pol Jules.

Pascaperistiwa itu, ujar Kombes Pol Jules, Pegi kabur ke Bandung. Kemudian di Bandung, dia ikut ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan. Selama 8 tahun Di Bandung, Pegi mengganti nama menjadi Robi Irawan.

Akibat perbuatan keji itu, Pegi dijerat Pasal 338 dan 340 KUHPidana. Pegi terancam hukuman 20 tahun penjara, seumur hidup, dan atau hukuman mati.

Tetapi, Kartini yang merupakan ibunda dari Pegi menegaskan jika putranya tak terlibat kasus pembunuhan tersebut. Dirinya menyatakan jika Pegi berada di Bandung, bukan di Cirebon saat kejadian pembunuhan Vina.

"Anak saya tidak ada di sini (Cirebon) waktu kejadian anak saya lagi kerja di Bandung, enggak tahu menahu," ujar Kartini dalam tayangan Rakyat Bersuara di iNews TV, Selasa 28 Mei 2024.

Pada malam kejadian itu, kata Kartini, Pegi bersama keluarga sedang berkumpul di Bandung.

"Ya dia kan mau berangkat kerja ngomong dulu, terus saya juga tahu waktu itu ada banyak teman-teman di situ juga ada pamannya, ada adiknya, ada keponakannya, ada ayahnya kumpul jadi satu waktu kejadian waktu ada di situ di Bandung," sambungnya.

Sejauh ini, kata Kartini, para saksi yang ada di Bandung belum diperiksa oleh polisi, perihal kebenaran apakah Pegi ada di Bumi Pasundan saat malam kejadian. "Belum diperiksa, siap (diperiksa di persidangan)," tegas dia.

Beda dengan Pegi, dua Daftar Pencarian Orang (DPO) lainnya, Andi dan Dani menuai polemik lantaran kepolisian sempat meralat bahwa hanya ada satu DPO, bukan tiga.

Ditreskrimum Polda Jabar menghilangkan Andi dan Dani dalam DPO atau buron kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2016 di Cirebon.

Alasan polisi menghilangkan dua DPO dalam kasus itu, polisi menyimpulkan dua orang yang masuk dalam DPO karena para terpidana hanya asal sebut.

"Dari hasil penyelidikan, DPO hanya satu. Dua nama yang disebutkan hanya asal sebut (berdasarkan keterangan dari para terpidana lainnya)," kata Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan, di Polda Jabar, Minggu 26 Mei 2024.

"DPO hanya satu, PS (Pegi Setiawan) ini," ujar Kombes Pol Surawan.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memastikan tidak ada penghapusan dua nama tersangka yang masuk DPO dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky, atas nama Andi dan Dani.

Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim mengungkap, pernyataan Polda Jawa Barat (Jabar) soal dua DPO, setelah menangkap seorang DPO atas nama Pegi Setiawan alias Perong, adalah karena fisik keduanya yang tidak ada, bukan penghapusan nama.

"Nama Andi dan Dani setelah Pegi ditangkap tetap ada, tidak dihapus. Hanya, penyidik saat ini meyakini berdasarkan bukti-bukti dipastikan fisiknya tidak ada," kata Yusuf Warsyim saat dikonfirmasi, Rabu 29 Mei 2024.

Sebagai pengawas eksternal, Yusuf mengaku tetap menghormati kewenangan dan keyakinan penyidik.

"Hanya kemarin kami bersaran bahwa itu sementara, kami tetap mendorong agar digali terus bukti-bukti yang menunjukan siapa orang yang diduga pelaku dengan nama Andi dan Dani," katanya.

"Sampai proses persidangan tersangka Pegi digelar dan adanya putusan pengadilan," sambungnya.

Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkap dua daftar pencarian orang (DPO) pelaku pembunuhan Vina dihapus karena hingga saat ini bukti belum mencukupi.

"Dan ketika kasus yang disampaikan Dirkrimum Polda Jabar bahwa tadi DPO ada 3 jadi 1 karena alat bukti yang mengarah kepada dua orang ini sampai dengan saat ini belum mencukupi," kata Sandi saat konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 30 Mei 2024.

Dia melanjutkan, ada beberapa saksi dengan nama yang keterangannya fiktif. Namun Sandi menegaskan, pihaknya masih mendalami kasus tersebut.

(Fakhrizal Fakhri )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya