Ibunya pun menyarankan dia mengganti nama dengan Lina.
"Saya cukup dekat dengan Lina pada awalnya. Saya ingat ketika beberapa teman sekelas saya salah mengeja Lina, mereka mengejanya Lena bukan Lina, saya cukup kecewa,” terangnya.
Seiring berjalannya waktu, banyak perubahan yang terjadi. Dia mulai menyadari pentingnya kebudayaan sebagai jati diri. Dia menemukan naluri alaminya untuk mengagumi sisi seni dan budaya Tiongkok.
Setelah kelas 13, dia memutuskan memulai awal yang baru. Dia mengajarkan orang-orang untuk melafalkan nama Chinanya.
“Tetapi perlahan-lahan saya belajar, khususnya di Selandia Baru, saya pikir kita memiliki budaya yang begitu beragam. Orang-orang sangat terbuka untuk mempelajari suara-suara baru,” pungkasnya.
(Susi Susanti)