Meskipun demikian, dirinya telah meminta PT SPT untuk melakukan penghijauan kembali dan menganjurkan penanaman tanaman hutan di kawasan pinggiran sungai, walaupun wilayah tersebut berstatus area penggunaan lain (APL).
"Mereka sudah menanam kembali tanaman kapur dan sudah menganjurkan agar di daerah pinggiran sungai ditanam tanaman kehutanan sebagai fungsi untuk daya lindung air," ujar Irwandi.
Sebelumnya, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA) melalui pemantauan citra satelit menemukan adanya aktivitas pembukaan lahan pada kawasan hutan lindung di sekitar Desa Cipar-pari Timur, Namo Buaya, Singgersing Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh.
Pembukaan lahan tersebut diduga dilakukan oleh PT SPT tanpa izin. Pemantauan HAkA menunjukkan bahwa kerusakan hutan di lokasi PT SPT dimulai pada bulan Juli 2022, ditandai dengan pembukaan jalan berdasarkan analisis citra satelit pada bulan tersebut.
Total kerusakan hutan yang terjadi dari Juli 2022 sampai April 2024 mencapai 1.655 hektare (ha) Dengan 1.641 ha berada di Area Penggunaan Lain (APL) dan 14 ha kerusakan hutan sudah masuk ke dalam kawasan Hutan Lindung (HL).
Selain itu, kerusakan hutan juga terindikasi di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Hasil pemantauan kerusakan hutan di KEL mencapai 682 hektare.
Sehubungan dengan hal tersebut, Yayasan HAkA melalui Manager Legal dan Advokasinya, Fahmi Muhammad, meminta agar pembukaan lahan dalam kawasan hutan lindung ini segera ditindak oleh aparat penegak hukum.
“Pembukaan lahan dalam kawasan hutan lindung ini jelas merupakan perbuatan ilegal kehutanan. Oleh karena itu, kami meminta aparat penegak hukum untuk segera melakukan penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat,” kata Fahmi Muhammad.
(Fakhrizal Fakhri )