JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman tidak sesuai dengan harapan. Oleh sebab itu, MK berencana mengajukan banding.
"Ya nanti itu akan dituangkan dalam memori banding lah ya. Yang pasti karena tentu putusan itu tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan ada ruang-ruang untuk atau mekanisme untuk men-challenge keputusan itu. Dan itu adalah mekanisme banding itu," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono, Rabu (14/8/2024).
Namun, dia menegaskan sebelum mengajukan banding MK akan mempelajari secara cermat ratio decidendi dari amar putusan PTUN. Sebab salinan utuh putusan itu bari diterima pihaknya.
"Nah itu yang penting untuk kita cermati dulu mana-mana yang kemudian akan kita banding atau seperti apa nanti tergantung dari hasil pencermatan kita terhadap ratio decidendi putusan itu," ujar Fajar.
Fajar menjelaskan, sikap banding MK disampaikan usai 7 hakim konstitusi melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pagi ini. RPH digelar tanpa kehadiran hakim konstitusi Anwar Usman dan Ridwan Mansyur.
Anwar tak menghadiri rapat itu karena ada keperluan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Sementara Ridwan Mansyur tak datang karena sedang berada di luar negeri.
"Iya, tadi hakim sudah melakukan RPH ya. Ada tujuh hakim yang ikut RPH karena Pak Hakim Anwar usman tidak ikut karena keperluan lain. Kemudian hakim konstitusi Ridwan Mansyur juga sedang ada tugas ke luar negeri," tutur Fajar.
Sementara itu, bedasarkan amar putusan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT. gugatan Anwar Usman dikabulkan sebagian oleh PTUN. Putusan itu menyebut kalau pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK tidak sah atau dibatalkan dalam periode 2023-2028.
"Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian," tulis amar putusan tersebut, dikutip Rabu (14/8/2024).
"Mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, S.H, M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," lanjut amar putusan itu.
PTUN menyatakan agar permohonan Anwar Usman untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula. Namun tidak meminta Anwar Usman kembali duduk sebagai ketua MK.
"Menyatakan tidak menerima permohonan Penggugat untuk dipulihkan/dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028 seperti semula," sambungnya.
PTUN menyatakan tidak menerima permohonan Anwar Usman agar menghukum MK untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 100 perhari. Apabila MK lalai dalam melaksanakan Putusan ini.
"Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi membayar biaya perkara sebesar Rp 369.000," tutupnya.
(Puteranegara Batubara)