Pada akhir abad ke-19, Inggris menghadapi tantangan dari Sayyid Maxamed Cabdulle Xasan, seorang pemimpin lokal yang dikenal sebagai "Mad Mullah" oleh Inggris. Sayyid Maxamed memimpin gerakan perlawanan yang menentang dominasi Inggris dan menuntut kemerdekaan bagi rakyat Somalia. Pemberontakan ini berlangsung selama lebih dari satu dekade dan menunjukkan ketidakpuasan mendalam di kalangan penduduk lokal terhadap kontrol kolonial Inggris.
Pemberontakan ini terus berlanjut hingga tahun 1920, ketika Inggris melancarkan serangan udara dan laut untuk menekan gerakan tersebut. Dengan kekuatan militer yang lebih superior, Inggris akhirnya berhasil menumpas pemberontakan Mad Mullah, namun dengan biaya yang cukup tinggi baik dari segi sumber daya maupun reputasi. Meski begitu, perlawanan yang dilakukan oleh Sayyid Maxamed dan para pengikutnya meninggalkan dampak yang mendalam di Somaliland, menciptakan warisan perlawanan yang terus dikenang oleh generasi selanjutnya.
Italia mulai memperluas wilayah koloninya di Afrika dengan mendirikan stasiun di Aseb pada tahun 1869, yang kemudian menjadi bagian dari koloni Eritrea. Ambisi Italia untuk menguasai wilayah Somalia semakin meningkat seiring dengan persaingan dengan negara-negara Eropa lainnya dan Ethiopia. Pada tahun 1889, Italia memperoleh dua protektorat di timur laut Somalia dan mengendalikan bagian selatan pesisir Somalia yang disewa dari Sultan Zanzibar. Ini menandai awal dari pendudukan dan ekspansi lebih lanjut di wilayah tersebut.
Italia secara bertahap memperkuat kendalinya atas Somalia. Setelah berbagai perusahaan Italia yang gagal mengelola wilayah tersebut, pada tahun 1905, pemerintah Italia mengambil alih secara langsung administrasi koloninya. Itali berupaya untuk mengembangkan infrastruktur dan perkebunan, terutama di sepanjang lembah Sungai Shabeelle dan Jubba. Namun, perbatasan dengan Ethiopia masih diperdebatkan, sehingga memicu konflik seperti insiden Welwel pada tahun 1934. Konflik ini berlanjut hingga Perang Italia dan Ethiopia pada 1935-1936, yang membuat wilayah Ethiopia dan Somalia Italia disatukan di bawah Kekaisaran Afrika Timur Italia, meskipun tidak bertahan lama.
Setelah Perang Dunia II, Italia kehilangan kendali atas wilayah tersebut, tetapi pada 1950, mereka kembali memerintah bagian selatan Somalia sebagai perwalian di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selama periode perwalian ini, Italia diberi waktu 10 tahun untuk mempersiapkan wilayah tersebut menuju kemerdekaan. Program tersebut mencakup pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial-politik, meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi. Pada akhirnya, pada 1 Juli 1960, Somalia selatan yang sebelumnya berada di bawah perwalian Italia bergabung dengan wilayah utara (mantan protektorat Inggris) untuk membentuk Republik Somalia yang merdeka.