Dia mengatakan bahwa dia menginginkan wewenang untuk memecat pegawai negeri yang dianggapnya tidak setia. Lawan-lawannya khawatir dia akan mengubah Departemen Kehakiman dan lembaga penegak hukum federal lainnya menjadi senjata politik untuk menyelidiki musuh yang dianggapnya.
Masa jabatan kedua Trump sebagai presiden dapat menciptakan perpecahan yang lebih besar antara Demokrat dan Republik dalam berbagai isu seperti ras, gender, apa dan bagaimana anak-anak diajarkan, dan hak reproduksi.
Harris Gagal
Wakil Presiden Harris gagal dalam sprint 15 minggunya sebagai kandidat. Ia gagal menggalang dukungan yang cukup untuk mengalahkan Trump, yang menduduki Gedung Putih dari 2017-2021, atau untuk meredakan kekhawatiran pemilih tentang ekonomi dan imigrasi. Harris telah memperingatkan bahwa Trump menginginkan kekuasaan presiden yang tidak terkendali dan menimbulkan bahaya bagi demokrasi. Hampir tiga perempat pemilih mengatakan demokrasi Amerika terancam, menurut jajak pendapat Edison Research, yang menggarisbawahi polarisasi di negara tempat perpecahan semakin tajam selama persaingan yang ketat.
Trump menjalankan kampanye yang dicirikan oleh bahasa apokaliptik. Ia menyebut Amerika Serikat sebagai "tong sampah" bagi para imigran, berjanji untuk menyelamatkan ekonomi dari "kehancuran" dan menyebut beberapa pesaingnya sebagai "musuh dalam."
Ceramahnya sering ditujukan kepada para migran, yang menurutnya "meracuni darah negara," atau Harris, yang sering ia ejek sebagai orang yang tidak cerdas.
(Erha Aprili Ramadhoni)