JAKARTA – Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU mendesak percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan sektor strategis Nasional. Pasalnya, beberapa belakangan ini marak kasus mega korupsi yang sangat merugikan rakyat.
“Kasus korupsi jumbo yang tiada henti menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap koruptor tidak menciptakan efek jera,” ujar Sekretaris Lakpesdam PBNU, Ufi Ulfiah di Kantor Lakpesdam PBNU, Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Menurutnya, kasus mega korupsi telah mengakibatkan rusaknya tata kelola negara dan mengancam masa depan bangsa dan menjadi perhatian serius Lakpesdam PBNU.
“Sebagai lembaga yang berperan dalam kajian strategis dan perencanaan kebijakan di lingkungan PBNU, Lakpesdam PBNU menilai bahwa berbagai skandal korupsi harus menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola sektor strategis nasional agar lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” ujar Ufi.
Lebih lanjut dia mengatakan, banyaknya mega korupsi pada sektor strategis nasional telah mengakibatkan merosotnya kepercayaan publik kepada pemerintah-parlemen, mengakibatkan lesunya perekonomian nasional dan menurunkan kesejahtaraan rakyat memiliki dampak luas.
“Tidak hanya terhadap perekonomian negara tetapi juga terhadap kesejahteraan masyarakat. Berulangnya tindak pidana korupsi jumbo juga memperlihatkan lemahnya,”ucapnya.
Beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia menunjukkan betapa lemahnya pengawasan terhadap tata kelola negara dan menunjukkan lemahnya penindakan serta hukuman terhadap koruptor.
“Untuk itu, kami mendukung statemen Presiden Prabowo Subianto yang akan membangun suatu pemerintahan yang bersih dan terbebas dari korupsi serta tanpa pandang bulu,” tegas Ufi Ulfiah.
Pengurus Lakpesdam PBNU, Ah Maftuchan menambahkan, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan dalam pidatonya pada peluncuran BPI Danantara bahwa bertekad untuk membangun suatu pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.
“Kami meminta kepada Presiden Subianto untuk menetapkan tahun 2025 sebagai tahun bersih-bersih sektor strategis nasional dari tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme,”ujarnya.
Menurutnya, berbagai kasus mega korupsi harus dituntaskan pada tahun 2025 agar pemerintahan Presiden Subianto dapat fokus menjalankan agenda Asta Cita pada tahun-tahun yang akan datang.
Kami bersedia menjadi mitra strategis dalam agenda pemberantasan tindak pidana korupsi. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa sektor strategis ini tidak dikuasai oleh kepentingan segelintir pihak yang merugikan rakyat,” ungkapnya.
Menurutnya, maraknya kasus korupsi menjadi cerminan dari kompleksitas tata kelola sektor strategis nasional yang masih rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dan manipulasi.
Oleh karena itu, Lakpesdam PBNU menekankan pentingnya reformasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan penindakan yang didukung oleh regulasi yang kuat. Pemerintah, parlemen dan lembaga penegak hukum perlu mengambil langkah-langkah fundamental agar tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme , dan kebijakan negara di sektor strategis nasional agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Lakpesdam PBNU meminta pemerintah dan parlemen untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Kami menegaskan kembali bahwa salah satu hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada 5-7 Februari 2025 adalah perlunya percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana,”ujarnya.
“Jika pembahasan antara pemerintah dengan parlemen macet, kami mengusulkan agar Presiden Subianto berani menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana,”sambungnya,
Dia juga meminta penegak hukum untuk mengusut tuntas tanpa pandang bulu dan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap para koruptor.
“Kami juga meminta aparat penegak hukum untuk transparan kepada publik atas langkah-langkah hukum yang dilakukan. Kami meminta agar upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum tidak digunakan untuk transaksi ekonomi-politik antar elit,” pungkasnya.
(Fahmi Firdaus )