JAKARTA – Australia telah menanyakan kepada Indonesia mengenai kebenaran laporan yang menyebutkan bhawa Rusia telah meminta untuk menempatkan pangkalan pesawat militernya di Papua. Laporan tersebut pertama kali dirilis oleh publikasi pertahanan Janes pada pekan ini.
"Kami jelas tidak ingin melihat pengaruh Rusia di wilayah kami," kata Perdana Menteri Australia Anthony Albanese kepada wartawan, sebagaimana dilansir Reuters.
Sebelumnya, Janes melaporkan bahwa Jakarta telah menerima permintaan resmi dari Moskow, yang meminta izin bagi pesawat Angkatan Udara Rusia (VKS) untuk ditempatkan di sebuah fasilitas di provinsi paling timur Indonesia, Papua.
Papua berjarak sekira 1.200 km di utara kota Darwin, Australia, tempat pasukan rotasi Korps Marinir Amerika Serikat (AS) ditempatkan selama enam bulan dalam setahun, dan pangkalan udara Australia sedang ditingkatkan untuk menampung pesawat pengebom AS yang berkunjung.
Klarifikasi Pemerintah
Australia "mencari klarifikasi lebih lanjut" dengan Indonesia tentang laporan tersebut, kata Albanese, seraya menambahkan bahwa Canberra memiliki hubungan yang baik dengan Jakarta.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Roy Soemirat mengatakan kementerian belum mendengar laporan tersebut.
Sementara Australian Broadcasting Corporation melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Australia Richard Marles telah berbicara dengan Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin, yang mengatakan tidak akan ada pesawat angkatan udara Rusia yang ditempatkan di Indonesia.
Wakil Perdana Menteri Rusia Denis Manturov bertemu dengan Presiden Indonesia Prabowo Subianto di istana presiden di Jakarta pada Selasa, menurut laporan televisi lokal.
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan "Indonesia sangat penting bagi keamanan Australia" dan kedua negara telah mencapai kesepakatan kerja sama pertahanan tahun lalu, katanya pada konferensi pers pada Selasa.
Pemimpin oposisi Peter Dutton mengatakan selama pemberhentian kampanye bahwa laporan tersebut mengkhawatirkan dan dia sedang mencari pengarahan dari pemerintah Australia tentang masalah tersebut.
(Rahman Asmardika)