MALANG - Kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur (Jatim) kerap memanfaatkan gunung jadi titik sentral atau patokan membuat bangunan. Setidaknya ada lima gunung di Jawa Timur (Jatim) yang dianggap memiliki kesakralan tinggi, dan jadi tempat bermukimnya para dewa sesuai keyakinan mereka.
Kesakralan gunung-gunung tersebut dijadikan patokan kerajaan zaman dahulu menentukan arah lokasi pembangunan kompleks permukiman, bangunan suci, hingga istana kerajaan. Tercatat kerajaan mulai Kediri, Singasari, hingga Majapahit, memanfaatkan gunung jadi landasan utama pembangunan bangunan.
Arkeolog Timur Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, titik kosmos atau titik kesakralan menjadi istilah acuan dari masing-masing kerajaan besar di Jawa Timur, sebelum mendirikan bangunan hingga ibu kota. Titik ini semacam titik nol yang ditarik garis lurus ke suatu bangunan yang akan dibuat.
"Titik kosmos itu konsep spiritual kosmologi Mandala jadi titik sakral. Masing - masing kerajaan punya mandala atau titik kosmos sendiri - sendiri," kata Wicaksono, dikonfirmasi Okezone belum lama ini.
Di Jawa Timur sendiri kata Wicak sapaan akrabnya, ada sejumlah gunung yang dianggap suci oleh kerajaan-kerajaan di Jawa Timur. Temuan ini didasari hasil kajian instansi terkait keperbukalaan dan sejarah, terhadap sejumlah bangunan budaya bersejarah peninggalan kerajaan. Dimana ketika ditarik garis lurus biasanya bangunan itu menghadap ke gunung yang dianggap suci.
"(Raja) Airlangga menggunakan titik nol dari Gunung Walikukun di Tulungagung, titik nolnya di sana, jadi ke selatan (menghadap bangunannya). (Kerajaan) Jenggala dan Panjalu menggunakan Kelud, kalau masa (Kerajaan) Kediri juga menghadap ke Kelud," ungkapnya.
Beberapa peninggalan Kerajaan Kediri menghadap ke arah Gunung Kelud. Bangunan seperti Gua Selomangleng dan Candi Klotok di Kota Kediri, Situs Brumbung di Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, hingga Candi Klotok yang diidentikkan peninggalan era Kediri, terindentifikasi menghadap ke Gunung Kelud.
"Kalau masa Kediri diambil Kelud, tinggalan beberapa kayak (candi) Penataran ke Kelud, yang terbaru kita ngambil Gua Selomangleng juga ke Kelud. Kalau yang di Sumberbeji mengarah ke Kelud," katanya.
"Candi-candi di daerah Kediri juga mengarah ke Kelud, yang saya tangani Petirtaan Geneng, Situs Brumbung, itu juga mengarah ke Kelud. Jadi mungkin pada masa era Kedirian, Kelud menjadi arah kosmos pusat sakral," imbuhnya.
Sedangkan, Kerajaan Majapahit kerap menggunakan Gunung Penanggungan atau yang disebut di Nagarakretagama sebagai Pawitra, dalam mendirikan bangunannya. Beberapa situs yang telah ditemukan, termasuk kawasan cagar budaya Trowulan dan yang terbaru di Situs Kumitir yang baru diekskavasi juga menghadap ke arah Gunung Penanggungan.
"Dari masing-masing sebaran tinggalan arkeologis yang di utara sampai selatan Mojokerto itu mengarah ke Penanggungan jadi mengikuti derajatnya," tuturnya.
Sementara untuk Kerajaan Singosari, dikatakan Wicaksono berdasarkan referensi di Kitab Pararaton bangunan - bangunannya menghadap ke Gunung Kawi. Namun hal berbeda mengacu pada kompleks permukiman kuno yang dinamakan Situs Sekaran, di Dusun Sekaran, Desa Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, yang terindentifikasi menghadap ke arah Gunung Semeru.
"Pada masa Singosari belum ada kajian, tapi banyak sekali yang menafsirkan Gunung Kawi sebagai pusat kosmos. Cuma apakah arah orientasi bangunan mengarah ke Gunung Kawi, itu sejauh yang saya tahu, belum ada yang melakukan kajian, baru tafsir yang diambil dari kitab Pararaton, Gunung Kawi jadi patokan arah," paparnya.
Tapi kata dia, titik kosmologi masing-masing kerajaan itu juga didasarkan kepada keputusan raja. Dimana mereka menganggap titik kosmologi dan titik kesakralan jadi suatu hal penting demi menentukan baik tidaknya suatu bangunan.
"Setiap kerajaan sepertinya memiliki titik pusat yang berbeda-beda," ujarnya.
(Angkasa Yudhistira)