"Jadi kita tidak menganut otak-atik-gatuk, atau cocoklogi. Kalau kebetulan, nggak apa-apa. Ini kan soal kebetulan. Kebetulan-kebetulan itu banyak. 21 Juni, Bung Karno wafat. 21 Juni, Presiden ke-7 Indonesia lahir. Kalau cocoklogi bisa panjang. Tapi kita tidak menganut cocoklogi," ujar Hasan.
Hasan kembali menegaskan bahwa penetapan hari nasional didasarkan pada kajian dan pertimbangan substansial, bukan hal-hal kebetulan atau spekulatif.
"Orang yang memperingati itu sebagai hari wafatnya Presiden, boleh. Orang yang memperingati hari itu sebagai hari lahirnya Presiden, juga boleh. Orang yang memperingati 17 Oktober sebagai hari kebudayaan, boleh. Orang yang memperingati 17 Oktober sebagai hari lahirnya seseorang juga, juga boleh," kata Hasan.
"Jadi kita mulai belajar lah menghindar dari cocoklogi dan otak-atik-gatuk. Kira-kira gitu ya, teman-teman," tandasnya.
(Fahmi Firdaus )